Ditandatangani oleh Wali Kota Malang, Direktur Utama RRI dan Pemilik The Shalimar Boutique Hotel.
ADADIMALANG – Setelah digunakan sebagai kantor Radio Republik Indonesia (RRI) Cabang Malang mulai tahun 1962, bangunan di jalan Cerme yang merupakan bangunan kuno peninggalan kolonial di tahun 1993 akhirnya ditukar guling (ruislagh) oleh pihak swasta dan difungsikan menjadi sebuah penginapan atau hotel.
Selama menjadi hotel dengan mengalami tiga kali pergantian nama hingga saat ini menjadi The Shalimar Boutique Hotel tersebut, berusaha tetap dijaga keaslian gedung sesuai dengan pertamakali gedung tersebut ditukar guling.
“Kenapa tidak merubah bentuk bangunan gedung? hal itu dikarenakan banyak faktor selain passion saya pribadi karena saya sangat percaya bahwa negara ini ataupun kita semua tahu bahwa yang telah terjadi hari ini itu tidak dapat dipungkiri karena sejarah,” ungkap owner The Shalimar Boutique Hotel, Lily Jessica Tjokrosetio.
Mengapresiasi semangat untuk menjaga dan melestarikan gedung bangunan The Shalimar Boutique Hotel tetap seperti keadaan di awal pembangunannya oleh kolonial Belanda, The Shalimar Boutique Hotel akhirnya diakui sebagai Bangunan Cagar Budaya siang tadi, Selasa (14/07/2022).
Hal tersebut diwujudkannya penandatangangan plakat yang menerangkan bahwa bangunan yang kini bernama The Shalimar Boutique Hotel Malang ini dahulunya adalah gedung yang pernah dipergunakan sebagai Kantor RRI Malang pada tahun 1962 hingga 1993.
Plakat tersebut ditandatangani oleh Lily Jessica Tjokrosetio selaku owner The Shalimar Boutique Hotel, Wali Kota Malang Drs H.Sutiaji dan Direktur Utama RRI I. Hendrasmo.
https://youtu.be/77-nkSp9qPM
“Nilai sejarah itu harus diingat tetapi jika ada bukti sejarah seperti gedung ini kenapa tidak kita lestarikan, dan mengapa harus kita hancurkan hanya untuk memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi. ini bagian dari edukasi. Ini jauh lebih berharga,” ungkap pemilik The Shalimar Boutique Hotel.
Menurut Lily, memang membutuhkan effort yang ekstra dalam menjaga dan merawat bangunan kuno karena telah cukup berumur. Namun bagaimana cara menjaga keaslian gedung tersebut juga merupakan suatu seni tersendiri meski selama pandemi kemarin industri pariwisata lumpuh.
https://youtu.be/KIsyiZNG5iw
“Meski dunia pariwisata sangat terdampak akibat pandemi Covid-19, namun maintenance tidak dapat distop dan kalau tidak dipertahankan justru rusak lagi. Kami dari The Shalimar Boutique Hotel berkomitmen untuk terus melestarikan gedung ini apalagi sudah dimasukkan cagar budaya,” tukas Lily Jessica Tjokrosetio.
Apresiasi juga diberikan oleh Direktur RRI yakni I. Hendrasmo yang hadir dan turut dalam penandatangan plakat cagar budaya tersebut.
“Kita mengapresiasi apa yang telah dilakukan ini untuk menghadirkan kembali sejarah dan bukan semata-mata hanya memberikan identitas semata tetapi juga memberikan nilai ekonomis. Meski gedung ini bukan lagi milik RRI lagi tetapi kami ada dalam lintasan sejarah itu,” ungkap Direktur Utama RRI.
https://youtu.be/Qt9gdiI52dc
Menurut Hendrasmo, upaya yang telah dilakukan Lily Jessica Tjokrosetio dan Wali Kota Sutiaji adalah membangun kesadaran untuk membangun cagar budaya, membangun nilai history yang penting sekali bagi bangsa Indonesia.
Wali Kota Malang akan usulkan insentif bagi Bangunan Cagar Budaya
Sementara itu usai penandatanganan plakat, Wali Kota Sutiaji menyampaikan dirinya justru mendorong agar bangunan cagar budaya dapat tetap terjaga keasliannya.
“Kami memang mendorong untuk itu, dan alhamdulilah dari pemilik The Shalimar Boutique Hotel memiliki komitmen untuk pelestarian cagar budaya dan memang lingkungannya sangat mendukung,” ungkap Wali Kota Malang.
Mendorong agar cagar budaya tetap terjaga, Wali Kota Sutiaji menegaskan akan adanya usulan insentif dan disinsentif dalam Perda Cagar Budaya.
https://youtu.be/4XMPSUL83QI
“Kita tidak boleh dhzolim ya, bangunan tidak boleh dirubah namun tidak ada insentif yang diberikan. Jadi dengan perda cagar budaya maka ada aturan yang memperbolehkan untuk APBD mengcover kebutuhan anggaran untuk itu misalkan dana untuk menjaga agar bangunan tetap utuh atau dapat saja pemberian pembebasan PBB atau dalam bentuk yang lainnya,” ungkap Wali Kota Sutiaji.
Diakui bahwa di Kota Malang hingga saat ini belum ada insentif dan disinsentif yang ditentukan, sehingga perlu diatur dalam peraturan sehingga dapat ditanggung oleh APBD Kota Malang nantinya. (A.Y)