Kota Malang – Mendekati Hari Raya Qurban (Idul Adha) pada tahun ini, Ponpes Tsamrotul Ulum mengadakan acara diskusi bersama membahas permasalahan-permasalahan yang terkait dengan ibadah qurban.
Acara diskusi tersebut diikuti oleh sekitar 25 orang di Pondok Pesabtren Tsamrotul Ulum yang ada di jalan Tutut Arjowinangun RT.02 RW.08, Kecamatan Kedung kandang kota Malang, Minggu, (20/8) yang dipimpin oleh Ketua PC Lembaga Bahtsul Masail NU kota Malang, Moch said Ahmad M.Pd.
Dalam acara tersebut mencuat beberapa pembahasan seperti kejanggalan atau kekurang tepatan yang sering terjadi pada hewan yang akan menjadi hewan qurban, tata cara penyembelihan hingga tata cara pembagian daging qurban itu sendiri.
Dari acara tersebut dihasilkan beberapa hasil pembahasan yaitu di Hari Raya Idul Adha setiap tanggal 10 Dzulhijjah menjadi salah satu momentum yang identik dengan daging (sate, gule, rawon dll) dimana di hari itu umat Islam disamping tidak diperbolehkan untuk berpuasa. Hewan ternak yang menjadi objek penyembelihan juga sekaligus memberikan bukti keimanan / ketaqwaan seseorang kepada Allah Azza wa Jalla, dimana ada syarat dan ketentuan hewan yang boleh digunakan untuk hewan kurban yaitu tidak bermata satu, tidak pincang, tidak sedang sakit, tidak kurus, tanduknya tidak pecah sampai ke daging, tidak gila, Ekornya tidak buntung, tidak cacat yang dapat mengurangi daging, tidak sedang bunting dan tidak terpotong telinganya.
Sedangkan jenis hewan yang boleh digunakan untuk berkurban adalah dari jenis na’am (hewan ternak) seperti unta, sapi dan kambing dengan umur hewan 1 tahun lebih untuk Kambing domba, 2 tahun lebih untuk Kambing kacang, 5 tahun untuk unta dan 2 tahun untuk sapi. Hal tersebut sesuai dengan Al Fiqhul Islami juz 4 hal 259.
اتفق العلماء على أن الأضحية لا تصح إلا من نَعم: إبل وبقر (ومنها الجاموس) وغنم (ومنها المعز) بسائر أنواعها، فيشمل الذكروالأنثى، والخصي والفحل، فلا يجزئ غير النعم من بقر الوحش وغيره، والظباء وغيرها، لقوله تعالى: {ولكل أمة جعلنا منسكاً ليذكروا اسم الله على ما رزقهم من بهيمة الأنعام} [الحج:34/22] ولم ينقل عنه صلّى الله عليه وسلم ، ولا عن أصحابه التضحية بغيرها،
Kifayatul Akhyar juz II hal. 236
وَاعْلَمْ أَنَّهُ لاَ فَرْقَ فِي اْلإِجْزَاءِ بَيْنَ اْلأُنْثَى وَالذَّكَرِ إِذَا وُجِدَ السِّنُّ الْمُعْتَبَرُ، نَعَمْ الذَّكَرُ أَفْضَلُ عَلَى الرَّاجِحِ، لأَنَّهُ أَطْيَبُ لَحْماً
Asnal Mathalib juz 1 hal 535
فَصْلٌ وَلَهَا أَيْ الْأُضْحِيَّةِ شُرُوطٌ عَبَّرَ عنها الرَّافِعِيُّ كَالْغَزَالِيِّ بِالْأَرْكَانِ الْأَوَّلُ كَوْنُهَا من النَّعَمِ وَهِيَ الْإِبِلُ وَالْبَقَرُ وَالْغَنَمُ بِسَائِرِ أَنْوَاعِهَا بِالْإِجْمَاعِ وقال تَعَالَى وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ على ما رَزَقَهُمْ من بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ ولم يُنْقَلْ عنه صلى اللَّهُ عليه وسلم وَلَا عن أَصْحَابِهِ التَّضْحِيَةُ بِغَيْرِهَا وَلِأَنَّ التَّضْحِيَةَ عِبَادَةٌ تَتَعَلَّقُ بِالْحَيَوَانِ فَتَخْتَصُّ بِالنَّعَمِ كَالزَّكَاةِ فَلَا يُجْزِئُ غَيْرُ النَّعَمِ من بَقَرِ الْوَحْشِ وَحَمِيرِهِ وَالظِّبَاءِ وَغَيْرِهَا
Sementara permasalahan dalam penyembelihan hewan kurban antara lain Hukum awal dari ibadah kurban adalah sunnah muakkadah, akan tetapi ketika seseorang yang berkurban mengucapkan “hewan ini adalah kurbanku” maka hukumnya ditafsil Hukumnya menjadi wajib karena dianggap nadzar sekalipun yang mengucapkan orang awam. Akan tetapi hukumnya tetap sunnah menurut pendapat sebagian ulama mutaakhirin bagi orang awam.
Solusinya, hendaknya setiap orang yang berkurban agar kurbannya tidak menjadi wajib maka hendaklah mengucapkan “hewan ini adalah kurban sunnahku”. Hal ini didasarkan pada Hasiyah Bajuri dan Syarah Ya’qutun Nafiis.
Syarat dan ketentuan penyembelihan hewan kurban yang benar dalam Islam juga dibahas dalam acara tersebut, seperti memutuskan tiga saluran yaitu saluran nafas, saluran makanan dan saluran darah.
Untuk tahapan akhir membagikan daging kurban juga tidak luput dibahas karenq merupakan satu rangkaian. Jika kurban wajib maka seluruh bagian dari hewan kurban wajib dibagikan kepada fakir miskin dan orang yang berkurban tidak boleh mengambil sedikit pun.
Tetapi jika kurban sunah maka yang paling afdhol bagian jantungnya diambil oleh orang yang berkurban dan sisanya diberikan kepada fakir misikin atau boleh dibagi kepada 3 golongan (fakir miskin, orang kaya dan orang yang berkurban tidak lebih dari sepertiga).
Dasar Pengambilannya adalah Al Qolyubi juz 4 hal 254 :
(وَاْلأَصَحُّ وُجُوبُ تَصَدُّقٍ بِبَعْضِهَا) وَهُوَ مَا يَنْطَلِقُ عَلَيْهِ الاِسْمُ مِنْ اللَّحْمِ وَلاَ يَكْفِي عِنْهُ الْجِلْدُ وَيَكْفِي تَمْلِيكُهُ لِمِسْكِينٍ وَاحِدٍ، وَيَكُونُ نِيئًا لاَ مَطْبُوخًا
Bughyah al-Mustarsyidin hal. 258 :
يَجِبُ التَّصَدُّقُ فِي اْلأُضْحِيَةِ الْمُتَطَوَّعِ بِهَا بِمَا يَنْطَلِقُ عَلَيْهِ اْلاِسْمُ مِنَ اللَّحْمِ، فَلاَ يُجْزِئُ نَحْوُ شَحْمٍ وَكَبِدٍ وَكَرْشٍ وَجِلْدٍ، وَلِلْفَقِيْرِ التَّصَرُّفُ فِي الْمَأْخُوْذِ وَلَوْ بِنَحْوِ بَيْعِ الْمُسْلَمِ لِمِلْكِهِ مَا يُعْطَاهُ، بِخِلاَفِ الْغَنِيِّ فَلَيْسَ لَهُ نَحْوُ الْبَيْعِ بَلْ لَهُ التَّصَرُّفُ فِي الْمَهْدَى لَهُ بِنَحْوِ أَكْلٍ وَتَصَدُّقٍ وَضِيَافَةٍ وَلَوْ لِغَنِيٍّ، لأَنَّ غَايَتَهُ أَنَّهُ كَالْمُضَحِّي نَفْسِهِ