
MALANG, ADADIMALANG.COM – Anggota Komisi C DPRD Kota Malang, Arief Wahyudi, menilai Peraturan Daerah (Perda) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terlalu memberatkan masyarakat dan perlu segera ditinjau ulang.
Dalam aturan terbaru itu, tarif PBB-P2 dipatok tunggal sebesar 0,2 persen, melesat hampir empat kali lipat dibanding aturan sebelumnya yang hanya 0,055 persen. Arief khawatir, kebijakan ini berpotensi menimbulkan keresahan sosial.
Arief menilai, lonjakan tarif di Malang lebih drastis karena diterapkan rata tanpa mempertimbangkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Padahal, sebelumnya tarif PBB dibagi menjadi beberapa kategori berdasarkan NJOP. “Kalau dipukul rata seperti ini, warga kecil jelas keberatan,” terangnya.
Ia menekankan, revisi Perda bisa dilakukan sewaktu-waktu tanpa menunggu terlalu lama. Langkah cepat ini, menurutnya, akan menenangkan warga dan menunjukkan bahwa Pemkot dan DPRD berpihak pada masyarakat. “Kalau hanya ditunda, tetap berisiko. Karena dasar hukum yang berlaku saat ini memang Perda 1/2025. Jadi paling bijak segera direvisi agar jelas bahwa pemerintah kota dan DPRD berpihak pada rakyat,” tambahnya.
Arief juga mengingatkan bahwa alasan kenaikan tarif ini semata untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). “Setiap kali ada target PAD, jangan sampai masyarakat yang selalu dijadikan korban. Itu tidak adil,” ucapnya.