ADADIMALANG.COM | Kampus UB – Rancangan Undang-undang (RUU) Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia (Pori) kini mulai banyak dibahas masyarakat, khususnya di kalangan akademisi dan pegiat masyarakat. Salah satunya dibahas dalam kegiatan Focus Group Discussion (FGD) yang digelar oleh akademisi Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya (FIA UB) dengan tema ‘RUU Kepolisian Dalam Kebijakan Publik’ siang hari tadi, Jumat (09/08/2024).
Dalam kegiatan FGD yang digelar di Gedung B FIA UB tersebut banyak dibahas beberapa hal terkait revisi UU Polri tersebut seperti perihal usia pensiun dan kewenangan yang meluas, masalah pengawasan yang masih kurang optimal dari Kompolnas yang berkaitan dengan independensi hingga Naskah akademik RUU Polri yang dinilai hanya memuat asas kepastian hukum dan tugas kepolisian, namun tidak ada asas keadilan dan kemanfaatan.
Bahkan dalam revisi tersebut dinilai hampir tidak ada pasal-pasal yang membahas pokok permasalahan yang sebenarnya sangat dibutuhkan dan menjadi poin untuk pembenahan Polri ke depan.
“RUU ini perlu mendapatkan atensi lebih dan memerlu kan adanya tindak lanjut yang kongkret khususnya pada pasal yang memang membuat Polri menjadi lembaga super body,” ungkap Dekan FIA-UB yaitu Drs. Andy Fefta Wijaya, MDA., Ph.D.
Oleh karenanya, dengan FGD tersebut akan ada masukkan dari para akademisi dan kajian-kajian melalui forum ataupun seminar terkait RUU Polri tersebut.
Andy Fefta juga menegaskan pelibatan masyarakat diharapkan dapat lebih ditingkatkan dalam pembentukan regulasi oleh pemerintah agar regulasi yang dibentuk atau dibuat tersebut dapat memenuhi asas keadilan bagi semua masyarakat.
“Hasil dari FGD ini nanti akan kami sampaikan kepada pemerintah, DPR, sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan bagi para pemangku kebijakan,” ungkap Andy.
Sementara itu Prof. Dr. Abdul Hakim, M.Si yang merupakan Guru Besar FIA UB menambahkan bahwa ada kekhawatiran bilamana dalam RUU ini mengambil kewenangan dari instansi lain sehingga akan memicu konflik atau benturan antar instansi.
“Maka dari itu kami memberikan masukan sehingga RUU yang tumpang tindih kewenangan ini dapat ditinjau kembali. Jangan sampai kewenangan yang sudah ada pada instansi lain itu diambil juga,” ungkap Hakim.
Selain perihal kewenangan, peran Kompolnas sebagai unsur pengawas tentu harus menjalankan tupoksi secara maksimal dalam pengawasan terhadap kepolisian. Dan perihal pengawasan tersebut perlu menjadi perhatian.
“Hasil dari FGD ini, nantinya berupa Policy Brief yang akan dikirimkan kepada instansi terkait, terutama yang terlibat dalam RUU Polri sebagai bahan masukan. Kami akan tetap melakukan pengawalan terhadap hasil akhir dari RUU ini,” tukas Abdul Hakim. (A.Y)