Robikin Emhas : Saya berharap seluruh warga negara Indonesia menyambut pembacaan putusan MK yang akan dilangsungkan besok dengan menjaga kondisi dan situasi damai dan harmoni.
ADADIMALANG. Politik – Penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) merupakan salah satu kewenangan yang dimiliki oleh Mahkamah Konstitusi (MK), dimana untuk kali ini MK telah menerima gugatan PHPU dari salah satu pasangan Capres saat Pemilihan Presiden (Pilpres) lalu.
Mengantisipasi agar tidak terjadi kerusuhan seperti pasca pembacaan Keputusan KPU RI tentang Hasil Pemilu 2019 yang terjadi tanggal 21 dan 22 Mei 2019 lalu, aparat kemanan juga kembali menghimbau agar warga menyaksikan pembacaan putusan hasil sidang MK pada tanggal 27 Juni 2019 besok melalui media elektronik yang menyiarkan atau lokasi yang ditunjuk di daerah masing-masing.
Hal senada juga disampaikan oleh Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) bidang Hukum, HAM dan Perundang-Undangan, Robikin Emhas yang menyatakan sebaiknya warga masyarakat mengikuti proses pengucapan putusan MK melalui saluran media elektronik yang ada dan tidak perlu datang dan hadir di gedung MK.
“Saya berharap seluruh warga negara Indonesia menyambut pembacaan putusan MK yang akan dilangsungkan besok (27/6) dengan menjaga kondisi dan situasi damai dan harmoni,” ujar Robikin Emhas.
Robikin Emhas yang juga seorang advokat ini menjelaskan bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) adalah saluran konstitusional untuk penyelesaian sengketa pilpres.
“Dengan demikian maka dalam kerangka konstitusi, tidak ada alasan bagi siapapun untuk tidak menerima atau menolak putusan MK, apapun putusan MK tersebut. Karena putusan MK berlaku mengikat bukan hanya kepada para pihak yang bersengketa (inter parties), tetapi juga mengikat kepada siapa pun dan berlaku umum (erga omnes),” ujar Robikin Emhas.
Menurut pria yang dulu sering beracara di Malang Raya ini, kepatuhan terhadap putusan pengadilan dalam hal ini MK tidak bisa ditawar-tawar sebagai cermin bentuk ketertundukkan warga negara terhadap negara (obidience by Law).
“Berdasar asas erga omnes itulah Pasal 10 ayat (1) UU 8/2011 (UU MK) menyatakan bahwa putusan MK bersifat final and binding. Final artinya, terhadap putusan MK tidak terdapat akses untuk melakukan upaya hukum dan sejak putusan diucapkan seketika itu berkekuatan hukum tetap,” ujar Tobikin Emhas.
Makna sifat Binding (mengingat) berarti putusan MK berlaku mengikat bukan hanya terhadap para pihak yang bersengketa, tetapi juga warga negara keseluruhannya termasuk seluruh institusi negara.
“Selain itu, sebagai bangsa beragama, mari berdoa semoga seluruh majelis hakim MK diberi kekuatan iman agar memberi keputusan yang seadil-adilnya berdasarkan fakta-fakta persidangan dan hukum yang berlaku, serta para pihak yang bersengketa dan segenap komponen masyarakat lainnya menerima putusan MK dengan lapang dada,” pungkas Robikin Emhas. (A.Y)