Ditinggalkan pelanggan hingga menolak pelanggan karena tidak mau menerapkan protokol kesehatan Covid-19.
ADADIMALANG – Siapa yang pernah menyangka, kehidupan akan berubah begitu drastis menjadi sangat bertolakbelakang dari yang biasa dilakukan setiap hari.
Hal-hal yang biasa dilakukan dengan begitu nyaman dan bebas menjadi begitu terbatasi dengan adanya virus Corona (Corona Virus Desease/Covid-19) yang diyatakan menjadi pandemi sejak bulan Maret 2020 lalu.
Pandemi yang diduga akan segera berakhir ternyata belum mampu berakhir hingga delapan bulan lamanya yang membuat dampaknya sangat terasa di segala lini kehidupan masyarakat kota Malang. Bagaimana tidak, dari dunia pendidikan hingga hiburan malam juga terdampak. Usaha dari skala kecil hingga skala besar dengan jumlah karyawan yang banyakpun juga merasakan dampaknya.
Dampak di bidang perekonomian sangat terasa, yang membuat daya beli masyarakat juga mengalami penurunan sehingga para pelaku usaha juga merasakan dampaknya. Salah satunya adalah para pelaku usaha kuliner di kota Malang yang juga dikenal dengan kepiawaiannya memanjakan para pecinta kuliner kekinian.
Pelaku usaha kuliner yang selama ini menjadikan mahasiswa sebagai salah satu pangsa pasar di kota Pendidikan ini mengalami penurunan drastis jumlah pengunjungnya. Hal ini disebabkan mahasiswa yang banyak dari luar kota Malang akhirnya harus kembali ke daerah asalnya masing-masing dan menempuh pendidikan secara daring.
Pembatasan Dine In
Setelah dihajar dampak pandemi Covid-19 dengan kembalinya mahasiswa ke daerah asalnya masing-masing, para pelaku usaha kuliner di kota Malang juga harus menelan pil pahit untuk kedua kalinya.
Mereka harus mengurangi jam operasional usahanya dan hanya menerima pemesanan di bawa pulang (dibungkus/take away) sesuai aturan baru dari Pemerintah Kota Malang untuk mengurangi potensi penyebaran Covid-19. Salah satunya adalah café Cheesebury Kopitiam yang ada di jalan dr Soetomo nomor 26 kota Malang.
“Kami tetap bertahan meski jumlah pengunjung terjun bebas. Belum lagi kemudian ada kebijakan untuk pengunjung dilarang makan di tempay (dine in) hingga pembatasan jam operasional di awal-awal munculnya pandemi Covid-19,” ungkap Manager Operasional Cheesebury Kopitiam Malang, Angelika Astrid saat ditemui AdaDiMalang sore tadi, Kamis (26/11/2020).
Dampak dari minimnya pengunjung dan pelbagai pembatasan yang diberlakukan sempat membuat café yang bernuansa Bali di jalan dr. Soetomo kota Malang ini sempat mengalami tidak ada penjualan sama sekali dalam beberapa hari.
“Sebagai upaya tetap survive dalam kondisi pandemi ini, kami juga sempat berinovasi dengan banting setir mengoptimalkan penjualan secara online meski hanya beberapa saja menu kami yang dapat terjual,” ungkap perempuan berkacamata ini.
Perempuan yang akrab dengan panggilan Astrid ini menyampaikan bahwa Cheesebury Kopitiam yang termasuk jenis coffee shop, sehingga pelanggan sengaja datang ke cafenya untuk bersantai sembari menikmati kopi dan live music.
“Dengan kebijakan dilarang dine in akhirnya jumlah pengunjung yag sudah terjun bebas juga semakin menipis. Pilihan berjualan secara daring (online) mau tidak mau harus kami ambil, termasuk membuat menu makanan berat dalam waktu yang amat singkat agar kami tetap ada pemasukan,” ungkap perempuan asli Malang yang sempat lama di Pulau Dewata ini.
https://youtu.be/7Vb3QNtew1U
Pencabutan larangan Dine In
Angin segar sempat dirasakan saat larangan makan di tempat (dine in) dicabut dengan catatan penerapan protokol kesehatan Covid-19 harus benar-benar diterapkan secara ketat.
Meski demikian, sedikit kelonggaran yang diberikan tanpa adanya perubahan jumlah pengunjung membuat upaya untuk tetap dapat survive tetap tidak dapat dilonggarkan. Salah satunya adalah menciptakan promo berupa diskon yang di luar kewajaran dengan tujuan barang tidak terbuang karena rusak harus dilakukan.
“Kami juga menekan biaya operasional dengan cara membuat karyawan kami masuk kerja secara bergantian supaya tidak sampai ada yang terpaksa kena PHK. Dan sampai saat ini kami terus berjuang untuk tetap dapat survive di kondisi seperti saat ini,” ungkap Astrid.
Seiring waktu berjalan, kondisi mulai membaik meski menurut Astrid kondisinya masih 40 persen dari kondisi normal sebelum terjadi pandemi.
Penerapan Protokol Kesehatan Secara Ketat
Kondisi yang lebih bebas untuk dapt menerima kunjungan pelanggan di cafenya, rupanya belum menjamin angka penjualan dan kunjungan di Cheesebury Kopitiam Malang dapat mulus kembali normal.
Kesadaran akan pentingnya penerapan Protokol Kesehatan Covid-19 rupanya tidak semua dipahami dan mau dilakukan oleh para pengunjung café.
“Kami lakukan semuanya sesuai prosedur protokol kesehatan Covid-19 seperti penyediaan tempat cuci tangan sebelum masuk café. Pengecekan suhu, pendataan pengunjung hingga penataan meja kursi sesuai dengan physical distancing sudah kami lakukan. Namun tidak sedikit juga pelanggan banyak yang tidak mau mematuhi protokol kesehatan Covid-19,” ungkap Astrid gemas.
Faktor pengunjung yang tidak mau mematuhi protokol kesehatan seperti tidak mau memakai masker atau tidak mau diukur suhu tubuh hingga merubah penataan tempat duduk agar dapat berdekat-dekatan membuat Astrid dan crew Cheesebury Kopitiam menjadi was-was jika terkena sanksi akan pelanggaran tersebut.
“Daripada kami harus terkena sanksi, akhirnya dengan terpaksa kami menolak pengunjung yang tidak bersedia menggunakan masker dan diukur suhu tubuhnya sebagai bagian protokol kesehatan Covid-19,” ungkap perempuan berambut pendek ini.
Bahkan Astrid menceritakan tentang rombongan pelanggan yang sudah datang lebih memilih meninggalkan café karena diminta tempat duduk mereka berjarak (physical distancing).
“Semoga pandemi Covid-19 ini dapat segera berlalu dan semuanya akan berjalan normal kembali. Ayo semuanya berjuang…!!!,” pungkas Angelika Astrid. (A.Y)