Tinggal 10 persen yang memerlukan perbaikan sehingga harus ada masukan dari berbagai pihak.
ADADIMALANG.COM | Kota Malang – Dalam rangka mencari masukan terkait Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-undang Acara Pidana (KUHAP), di berbagai tempat telah dilaksanakan Focus Group Discussion (FGD) termasuk diskusi untuk membahasnya.
Beberapa poin menjadi catatan untuk perbaikan ataupun masukan untuk menjadi bahan perubahan sebelum RUU KUHAP tersebut disahkan untuk diberlakukan.
Wakil Rektor III Bidang Kemahasiswaan Universitas Wisnuwardhana (Unidha) Malang, Sigit Budi Santoso, S.H., M.H., yang juga merupakan praktisi bidang hukum tersebut mengatakan RUU KUHAP yang tengah dibahas oleh banyak pihak sebenarnya sudah sangat baik.
“Memang masih ada yang perlu untuk diperbaiki, itu wajar makanya sekarang banyak meminta masukan dari berbagai pihak termasuk melaksanakan FGD. Di Universitas Wisnuwardhana (UNIDHA) Malang juga kemarin telah menggelar diskusi dan FGD RUU KUHAP itu. Ada beberapa catatan penting dari pelaksanaan diskusi dan FGD tersebut,” ungkap Sigit
Menurut Sigit, setelah membaca RUU KUHAP tersebut banyak orang mengkhawatirkan adanya tumpang tindih dalam hal penyidikan antara Penyidik Polri atau Jaksa.
“Tapi jika menurut saya ini justru sebuah kemajuan karena dengan adanya peluang bagi Jaksa untuk melakukan penyidikan tersebut menjadi sebuah harapan bagi seseorang yang berkaitan dengan sebuah proses penyidikan baik itu tersangka ataupun si pelapor jika sebuah laporan sebuah perkara tidak segera tertangani oleh penyidik Polri. Di RUU KUHAP tersebut memberikan peluang bagi pihak Kejaksanaan untuk membuat sebuat nota kepada penyidik Polri terkait penyidikan sebuah perkara. Tentunya penyidikan Polri telah melampaui batas waktu 14 hari dan si tersangka atau pelapor membuat surat permohonan kepada Kejaksaan,” ujar Sigit.
Dengan adanya aturan di dalam RUU KUHAP tersebut menurutnya tidak ada tumpang tindih kewenangan antara penyidik Polri dan pihak Kejaksaan karena telah ada syarat yang harus dipenuhi.
“Justru ini menjadi harapan baru bagi masyarakat yang terkait dengan penyidikan suatu perkara, jika penyidik Polri tidak segera menyelesaikan penyidikannya, maka Kejaksaan menjadi harapan lain agar sebuah perkara dapat diselesaikan penyidikannya untuk segera disidangkan dan memiliki keputusan hukum tetap,” ujar Sigit.
Meski dinilai lebih pro pada para pihak terkait sebuah perkara, Sigit mengingatkan bahwa dalam RUU KUHAP tersebut tidak ada sanksi atau konsekuensi yang diterima jika proses penyidikan tidak diselesaikan dalam batas waktu yang telah ditetapkan dalam RUU KUHAP tersebut.
“Sanksi atau konsekuensi dari tidak terselesaikannya proses penyidikan itu menurut saya harus dimasukkan dalam RUU KUHAP terbaru, ini sesuai dengan yang sudah saya tulis dalam jurnal ilmiah 20 tahun yang lalu usai saya ikut FGD pertama di Malang dan bertemu pak Otto Hasibuan,” ujar Sigit.
Kelebihan lain yang dimiliki RUU KUHAP menurut Sigit adalah tentang keberadaan Hakim Pemeriksa Pendahuluan (HPP) pada sebuah Pengadilan yang bertugas memeriksa sebuah perkara apakah layak atau tidak untuk disidangkan.
“Dengan adanya Hakim Pemeriksa Pendahuluan (HPP) maka akan mempersingkat sebuah perkara ditangani, jika memang setelah hasil pemeriksaan HPP dinyatakan tidak layak maka perkara tersebut dinyatakan dihentikan. Nantinya jika ada bukti lain maka dapat diajukan lagi,” jelasnya.
Restorative Justice (RJ) menurut Sigit juga dibahas dalam RUU KUHAP kali ini, menariknya di dalam RUU KUHAP dan RUU Kejaksaan ternyata sama-sama mengatur bahwa Jaksa Agung dapat mengajukan RJ demi kepentingan tersangka ataupun ahli waris tersangka.
“Jika memang diatur dapat dilakukan penyelesaian dengan catatan sesuai syarat-syarat yang harus dipenuhi, maka hal ini akan lebih baik lagi karena masyarakat yang memenuhi syarat pemberlakuan RJ maka perkaranya dapat dihentikan dengan baik-baik,” ungkapnya.
Ditanya komposisi RUU KUHAP menurutnya, Sigit menegaskan 90 persen telah bagus atau baik sementara 10 persen masih perlu perbaikan dengan adanya masukan-masukan dari berbagai pihak termasuk akademisi dan praktisi hukum. (A.Y)