ADADIMALANG – Beberapa bulan terakhir, pandemi Covid-19 menerobos pertahanan negeri. Pandemi mematikan yang berasal dari Wuhan ini membawa dampak menyakitkan bagi Indonesia.
Melansir dari worldometers, indonesia dinobatkan sebagai negara yang masuk dalam 10 besar kasus positif terbanyak di Asia. Ahmad Yuri selaku juru bicara untuk penanganan virus corona, pada tanggal 17 Juli 2020 menyampaikan jumlah kasus positif di Indonesia mencapai 83.130, dengan rincian sebanyak 46.493 kasus suspek, 29.176 spesimen dan 3.957 pasien dinyatakan meninggal dunia. Melihat kasus positif yang terus bertambah, pemerintah berupaya mencegah penyebaran dengan menerapkan kebijakan social distancing.
Kebijakan tersebut mengharuskan setiap masyarakat menjalankan karantina dan membatasi mobilisasi serta interaksi. Social distancing memaksa perusahaan dan pabrik ditutup sementara. Aktivitas produksi terhambat karena anjuran work from home ditambah sulitnya perolehan bahan baku menyebabkan kuantitas produksi menurun. Produksi menurun, pendapatanpun menurun yang akhirnya berdampak pada pemutusan hubungan kerja (PHK). Tak hanya itu, social distancing juga berimbas pada hilangnya pelanggan hotel dan restoran. Pemlik usaha terpaksa memulangkan karyawan karena minusnya pendapatan. Bisnis Mall turut menjadi korban penutupan paksa saat pembatasan sosial dijalankan. Aliran pendapatan tiap gerai dalam Mall terhenti kerena tidak beroperasi, yang ujung-ujungnya bermuara pada PHK. Menurut Kementerian Ketenagakerjaan per Mei 2020 sebanyak 1.032.960 karyawaan di sektor formal dirumahkan dan 375.165 lainnya di-PHK. Kementerian Ketenagakerjaan juga mencatat sebanyak 314.833 pekerja di sektor informal turut terkena dampak Covid-19.
Pekerja di sektor informal yang mata pencaharianya mengandalkan mobilitas masyarakat harus rela kehilangan sumber pemasukan harian.. Demi menghindari penularan, pemerintah mengharuskan sekolah dan bekerja dilakukan dari rumah. Hal ini mengubah pola perilaku masyarakat yang cenderung beraktivitas dari rumah dan seminimal mungkin menghindari area luar. Pedagang kaki lima jika di hari normal selalu mendapat pemasukan dari anak-anak sekolahan dan para karyawan, sekarang mau tidak mau harus menganggur karena pandemi. Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Akhmad Akbar Susamto mengatakan status pekerjaan yang diasumsikan akan mengalami dampak paling parah adalah pekerja bebas atau pekerja lepas, berusaha sendiri (yang pada umumnya berskala mikro), berusaha sendiri dengan dibantu buruh tidak tetap/buruh tidak dibayar, dan pekerja keluarga/tak dibayar. Sedangkan untuk lapangan usaha yang mengalami dampak signifikan adalah penyediaan akomodasi, perdagangan, transportasi serta bisnis makanan dan minuman.
Meskipun makanan dan minuman merupakan kebutuhan pokok bagi setiap manusia tidak bisa dikatakan bisnis yang bergerak di bidang Food and Bevarage aman dari hantaman Corona. Sejak terbitnya anjuran social distancing, masyarakat harus tinggal dirumah dan meminimalisir aktivitas diluar. Hal tersebut berimbas pada berkurangnya konsumen yang berkunjung ke gerai untuk melakukan pembelian. Sehingga berdampak pada menurunya pendapatan harian. Menurut observasi yang dilakukan oleh Moka yaitu perusahaan rintisan Software as a service yang bergerak dibidang kasir, sebanyak 13 kota mengalami penurunan pendapatan secara signifikan. Bali dan Surabaya merupakan dua kota yang mengalami penurunan pendapatan harian paling signifikan dibanding kota yang lain, dengan masing-masing penurunan sebesar 18% untuk Bali dan 26% untuk Surabaya.
Dampak negatif tersebut membuat para pemilik usaha Food and Beverage kelimpungan. Banyak dari mereka berencana menutup gerai karena pendapatan yang terus menurun. Namun, tindakan terebut bukan solusi tepat. Menururt teori, suatu usaha harus menganut prinsip going concern, yang berarti usaha akan terus beroperasi secara berkelanjutan pada periode yang akan datang. Bukan saatnya untuk mengeluh menanyakan kapan pandemi berakhir. Sebaiknya mulai langkah baru untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian agar bisnis tetap berjalan.
Salah satu penyesuaian yang patut dilakukan yaitu penyesuaian terhadap proses bisnis. Karena anjuran di rumah saja, menyebabkan pola perilaku konsumen berubah. Oleh karena itu, pelaku usaha juga harus menyesuaikan proses bisnisnya untuk menyeimbangi perubahan perilaku konsumen. Pelaku usaha dituntut kreativ memikirkan cara agar cashflow tetap berjalan baik, dibanding memprioritaskan tujuan pada keuntungan. Untuk mencapai perubahan proses bisnis yang efektif dan efisien dibutuhkan strategi tertentu agar pencapaian tujuan tepat sasaran. Strategi bisnis ini ibarat tameng bagi pelaku usaha Food and Bevarage untuk memerangi dampak buruk pandemi Covid-19.
Strategi akan berhasil jika diterapkan pada moment yang tepat. Berdasarkan kondisi saat ini dimana pelaku usaha kehilangan pembeli karena anjuran social distancing, perumusan strategi harus mengarah pada upaya untuk bisa mendapatkan konsumen kembali. Beberapa strategi pemasaran yang bisa diterapkan pelaku usaha Food and Bevarage di antaranya yaitu :
1. Sedia paket bahan mentah dan Frozen Food
Pembatasan sosial yang mengharuskan masyarakat tinggal dirumah, memunculkan berbagai hobi dan kegiatan baru selama karantina. Salah satunya memasak, akhir-akhir ini memasak memang menjadi sebuah trend. Hal ini bisa dimanfaatkan oleh pelaku usaha untuk melakukan adaptasi terhadap produknya. Tidak hanya menyediakan makanan siap santap, sedia paket bahan mentah siap masak menjadi salah satu peluang bisnis baru. Bagi pemilik usaha makanan upaya menawarkan produk frozen food juga menjadi salah satu peluang yang berpotensi laku saat pandemi. Mengingat bahayanya tertular virus apabila keluar rumah membuat konsumen cenderung menyimpan stok produk frozen food untuk menghindari intensitas seringnya keluar rumah. Bagi pemilik usaha minuman bisa melakukan adaptasi terhadap produknya menjadi kemasan serbuk. Hal ini memungkinkan bagi konsumen untuk membuat minuman ala mereka sendiri dan memungkinkan konsumen bisa menyimpan lebih lama ketika di rumah.
2. Galakkan Promo
Kecenderungan konsumen bertransaksi dengan sistem take away menjadi peluang promosi untuk menawarkan jasa pengiriman tanpa pungutan biaya atau free ongkir. Upaya menebar promo juga bisa ditempuh dengan menawarkan harga diskon atau memasifkan slogan beli dua gratis satu yang berpotensi diburu konsumen selama masa pandemi.
3. Maksimalkan pemasaran secara online
Pesatnya kemajuan teknologi yang memunculkan gawai pintar dan lancarnya jaringan internet memberikan peluang bagi pelaku usaha untuk memaksimalkan pelayanan secara online atau menerapkan online food delivery. Pemasaran produk melalui media sosial atau bermitra dengan layanan pesan antar online seperti Grab atau Gojek menjadi langkah tepat untuk menjangkau lebih banyak pelanggan.
4. Ciptakan brand image yang baik
Pelayanan secara online, menimbulkan keraguan konsumen terhadap higenitas usaha. Sebagai upaya agar konsumen tidak khawatir, pemilik usaha makanan atau café bisa menyematkan bukti cek suhu karyawan dalam pesanan pelanggan. Hal ini dilakukan sebagai langkah untuk menjaga kepercayaan pelanggan atas higenitas usaha. Selain itu pelaku usaha juga perlu menjaga nama baik brand usahanya dengan ikut peduli menyalurkan donasi bagi kalangan yang membutuhkan. Berdonasi dimasa sulit dianggap mampu menciptakan sentiment positif.
5. Taati protokol kesehatan
Agar higienitas usaha benar-benar terjamin, pelaku usaha harus menerapkan aturan atau standar operasional prosedur yang mematuhi protokol kesehatan. Seperti pengecekan suhu sebelum masuk area kedai, wajib memakai masker dan face shield bagi karyawan, menyediakan tempat cuci tangan dan hand sanitizer serta menerapkan physical distancing.
Selain mengedepankan strategi marketing, pelaku usaha perlu memperhatikan pengelolaan keuangan usaha dengan baik. Situasi yang disebabkan Covid-19 memaksa pelaku usaha untuk megatur ulang sistem keuangan mereka agar usaha mampu berjalan walaupun dimasa pandemi. Pelaku bisnis dapat menerapkan beberapa strategi berikut sebagai upaya dalam pengelolaan keuangan seperti :
1. Evaluasi data penjualan
Keberhasilan usaha salah satunya ditentukan oleh penjualan yang berhasil dilakukan. Selama masa Covid-19, pelaku usaha harus memila-milah dan mengevaluasi produk apa saja yang sekiranya masih bisa dipasarkan dan produk mana saja yang sama sekali tidak menghasilkan transaksi. Dengan mengetahui data evaluasi penjualan, pelaku usaha bisa tahu produk yang harus dihentikan dan bisa mengambil langkah untuk memikirkan solusi agar produk yang masih diminati teap relevan dimasa pandemi.
2. Hemat dan tekan biaya produksi
Menurunya daya beli masyarakat menjadi salah satu penyebab pendapatan menurun. Pelaku usaha Food and Bevarage harus pintar-pintar menghemat biaya produksi dan menekan pengeluaran. Dana usaha lebih baik dialokasikan pada kebutuhan pokok yaitu untuk pembelian bahan baku dan biaya tenaga kerja, sebisa mungkin biaya-biaya overhead harus ditekan demi menghindari pengeluaran berlebih. Akan lebih terkonsep apabila pelaku usaha membuat data skala prioritas. Mengutamakan kebutuhan primer dan mengesampingkan kebutuhan yang kurang atau tidak berdampak terhadap kegiatan bisnis saat ini.
3. Perhatikan likuiditas keuangan
Hal yang perlu dipastikan selama krisis adalah posisi likuiditas bisnis. Likuiditas merupakan dana atau aset lancar yang bisa cepat digunakan untuk membayar kewajiban jangka pendek dan membiayai operasional usaha. Mengingat perekonomian yang sedang lesu menyebabkan likuiditas keuangan kurang lancar. Pelaku usaha harus memperhatikan seberapa besar likuiditas keuangan yang dimiliki bisa menghidupi usaha dan seberapa lama likuiditas tersebut mampu menjadi tonggak berjalannya usaha.
4. Buat laporan arus kas secara berkala
Ketika bisnis mengalami masa sulit, harus hati-hati dalam memantau penggunaan kas. Jangan sampai pengeluaran lebih besar daripada penerimaan yang disebabkan karena tidak adanya pencatatan. Untuk mengetahui informasi terkait penerimaan dan pengeluaran, pelaku usaha harus membuat laporan arus kas secara berkala. Laporan arus kas bisa digunakan untuk memprediksi pemasukan dan pengeluaran pada periode berikutnya sehingga pelaku usaha mampu merencanakan strategi bisnis yang tepat dan membantu dalam pengambilan keputusan dengan cepat.
5. Terapkan manajemen risiko
Untuk menghindari potensi kerugian yang mungkin terjadi dimasa pandemi, pelaku usaha perlu melakukan analisis risiko dan menerapkan beberapa tindakan manajamen risiko diantaranya menanggung risiko, menghindari risiko, mengurangi risiko atau mengalihkan pengelolaan risiko kepada pihak kedua.
Masa sulit akibat Covid-19 pasti akan berakhir, tetapi tidak ada yang bisa memprediksi secara akurat kapan datangnya masa bebas pandemi. Selagi menunggu kepastian pandemi selesai, pelaku usaha dituntut memikirkan strategi yang out of the box dan menyiapkan skenario proses bisnis baru agar sukses bertahan selama krisis. Beberapa strategi yang telah dipaparkan sebelumnya bisa menjadi pilihan bagi pelaku usaha Food and Beverage untuk diterapkan pada pengelolaan bisnisnya. Strategi-strategi tersebut diharapkan mampu melindungi usaha dari kebangkrutan dan membantu agar usaha bertahan dimasa pandemi. Kunci bertahan adalah tidak resah akan keadaan, terus kelola usaha dengan menciptakan solusi melalui penerapan strategi merupakan cara ampuh untuk melawan krisis pandemi. (*)