ADADIMALANG – Komunis sangat identik dengan lambang palu arit, yang seringkali lambang itu digunakan untuk memicu simpati dinyatakan bahwa simbol palu dan arit adalah perlambang kerja keras. Sehingga lambang itu akhirnya dijadikan logo dan menjadi simbol yang dianggap biasa tanpa mengetahui arti dan makna.
Kasim Adam S.Pd, dalam diskusi yang digelar oleh Lingkar Studi Pancasila (LSP) Brawijaya, kemarin, mengatakan bahwa saat ini banyak pemuda yang mengkreasikan dalam bentuk kaos dan logo tempat untuk mengkampanyekan.
“Mari kita kembali melihat sejarah komunisme di indonesia. Dengan berbagai macam versi. Apakah komunisme benar-benar berbahaya?,” katanya dalam diskusi bertajuk Ancaman Komunisme Terhadap Ideologi Pancasila itu.
Dalam sejarah perjuangan, Komunis juga memiliki peran dalam perjuangan bangsa, baik di era sebelum kemerdekaan ataupun pasca kemerdekaan. “Akan tetapi harus dilihat apakah perjuangan yang dilakukan komunis itu membangun ataukah merusak. Karena kita harus selalu objektif melihat sejarah perjalanan bangsa ini,” terangnya..
Di era kekinian harus dianalisis dengan matang. Kedatangan pekerja dari China tersebut menurutnya apakah benar hanya ingin datang untuk bekerja atau akan menjadi misionaris paham komunisme.
“Karena jika dilihat sejarah, masuknya komunisme itu melalui dua jalur yaitu Moskow – Jakarta dan China – Jakarta. Sehingga hal ini perlu dianalisis lebih lanjut dan mendalam apakah fenomena yang terjadi belakangan ini ada ancaman masuknya komunis ke Indonesia,” urainya.
Ada referensi ‘Kuda Troya komunisme di era modern‘ yang mengupas tentang gerakan komunisme saat ini yang masuk parlemen untuk mempengaruhi perundang-undangan. “Kita tahu bahwa parlemen kita sangat mudah disusupi,” lanjutnya.
Gerakan komunisme yang dibawa oleh para revisionis pasca Marx, mencoba mencari format baru dalam perjuangan. Perjuangan melalui jalur revolusi mulai bergeser ke arah evolusionari.
Disampaikan bahwa komunisme muncul pertama kali dalam teori yang dicetuskan oleh Karl. H. Marx. Point pemikirannya adalah, pertama, Materialisme sebagai ajaran metafisikia. Segala sesuatu di alam adalah materi.
Kedua, Dialektika sebagai sistem pemikiran. Dimana terdapat pertentangan yang menghasilkan sesuatu baru. Pertentangan dalam kehidupan yang nyata.
Ketiga, Antropologi sebagai dasar pandangan manusia. Materi sebagai sumber kebenaran. Sehingga manusia menjadi sumber dan tolak ukur kebenaran dari segala sesuatu.
Kasim menyampaikan apabila komunisme dengan Pancasila, maka akan bertentangan baik dari segi pemikiran, penerapan maupun sejarah perjalanan bangsa.
“Kalau melihat sila pertama Pancasila maka jelas bertentangan karena melihat pemikiran komunisme menganggap segala sesuatu berasal dari materi. Sementara Pancasila secara jelas menyatakan Ketuhanan Yang Maha Esa. Komunisme secara jelas mengatakan anti Tuhan, hal ini bukan didasari atas kebencian atau kondisi, tapi merupakan ajaran murni komunisme yang dikaji sampai ke akar,” paparnya.
Dalam ajarannya, komunisme menyebutkan segala sesuatu didasarkan atas pertentangan, melawan dilawan, mengingkari dan diingkari serta saling menegasi. Marx mencoba mengambil pemikiran dari Hegel yang mengatakan pertentangan itu ada dalam ide dan dikonsep ulang bahwa pertentangan itu dalam tataran materi.
Masyarakat Indonesia mempunyai kepercayaan dalam beragama yang diwujudkan melalui peribadatan. Sedangkan komunisme tidak mengenal ritus atau peribadatan yang sifatnya memohon kepada sesuatu yang tidak berasal dari materi. Komunis sangat anti terhadap Tuhan, mereka menganggap agama adalah candu yang membuat masyarakat menjadi malas untuk berjuang. Sehingga ini bertentangan dengan kondisi sosial dan kepercayaan masyarakat Indonesia yang berdasar pada ketuhanan.
Selain itu, Komunisme dalam ajarannya menyatakan tidak ada kepemilikan pribadi. Semua dimiliki bersama. Pribadi tidak diperbolehkan mempunyai status kepemilikan, segala bentuk kepemilikan itu adalah bersama dan dilimpahkan ke negara. Bahkan dalam ajaran komunisme yang ekstrim perempuan dianggap menjadi kepemilikan bersama yang bisa dimiliki oleh siapa saja dan tidak dimiliki pribadi.
“Untuk itu, saat ini perlu mencari apakah hal yang seperti ini masih relevan dengan kondisi indonesia yang memiliki ideologi Pancasila,” ujarnya. (ful)