Agar dapat lebih tepat dalam melakukan penilaian kinerja Lembaga Keuangan Syariah secara holistik.
ADADIMALANG – Dunia perbankan khususnya lembaga keuangan saat ini tidak hanya bergerak dalam hal keuangan yang bersifat mainstream atau umum dan konvensional semata, namun perkembangan perbankan syariah juga mulai dilirik dan memperlihatkan hasil yang menjanjikan.
Hal tersebut kemudian direspon dengan semakin banyaknya jumlah Lembaga Keuangan Syariah (LKS) yang aktif dan beroperasional saat ini. Bahkan perkembangan perbankan Syariah saat ini telah menjadi tolak ukur keberhasilan eksistensi ekonomi syariah di Indonesia dimana indikator keberhasilannya dapat dilihat pula dari sisi kualitas pengelolaan Lembaga Keuangan Syariah (LKS).
Meskipun telah menyatakan sebagai Lembaga Keuangan Syariah, namun selama ini piranti atau alat untuk mengukur kinerja Lembaga Keuangan Syariah justru lebih ditekankan pada penggunaan rasio-rasio keuangan seperti CAMELS, RGEC dan VA yang hanya fokus pada pertumbuhan keuangan secara umum yang dimanfaatkan untuk mengukur kinerja Lembaga Keuangan Konvensional.
“Padahal dengan penggunaan alat ukur seperti CAMELS, RGEC dan VA tersebut tidak mampu mengukur aspek non keuangan khususnya penjabaran etika dan moral syariah yang menjadi karakteristik penting Lembaga Keuangan Syariah (LKS),” ungkap anggota Tim Pengabdian Kepada Masyarakat Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Negeri Malang (FEB UM), Dr. Satia Nur Maharani SE., MSA.
Menurut Satia Nur Maharani, dengan tidak terukurnya aspek non keuangan terkait etika dan moral Syariah tersebut, membuat penilaian kinerja yang dilakukan oleh Lembaga Keuangan Syariah (LKS) selama ini tidak mampu memberikan penilaian kesehatan yang komprehensif dan holistik.
“Hal tersebut membuat pengambilan keputusan untuk evaluasi dan perbaikan kinerja tidak dapat berjalan secara efektif yang kemudian berdampak pada eksploitasi manusia dan lingkungan serta melemahkan upaya untuk mempromosikan tanggung jawab sosial dan dakwah sebagai bagian fundamental pada Lembaga Keuangan Syariah.
Berangkat dari kondisi yang dialami oleh Lembaga Keuangan Syariah tersebut, Tim Pengabdian Kepada Masyarakat FEB UM melaksanakan workshop dalam rangka pengenalan dan pelatihan model pengukuran kinerja berbasis Maqasid Al-Syari’ah hari Sabtu kemarin (14/08/2021).
Sementara itu, anggota tim lainnya yakni Setya Ayu Rahmawati SE., MSA., menyampaikan kegiatan workshop tersebut diikuti oleh perwakilan pelaku atau praktisi keuangan Syariah dari Lembaga Bank Syariah maupun Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di wilayah Jawa Timur secara virtual.
“Jadi antara alat ukur kinerja konvensional yang selama ini dipakai dengan alat ukur kinerja berbasis Maqasid Al-Syari’ah ini memiliki perbedaan idiologis, sehingga kami mengenalkan dan melatih para pelaku perbankan Syariah terhadap alat ukur kinerja berbasis Maqasid Al-Syari’ah,” ungkap Setya Ayu Rahmawati.
Kegiatan workshop tersebut menjadi wadah para praktisi perbankan Syariah untuk berdiskusi dan bertukar pengalaman tentang pengukuran kinerja yang dilakukan dengan para ahli perbankan Syariah termasuk akademisi.
Dari workshop yang dilaksanakan dosen pengajar Akuntansi Universitas Negeri Malang tersebut, para peserta workshop yang merupakan praktisi lembaga keuangan Syariah mengaku merasakan manfaat yang besar dan merasa siap untuk mempelajari sekaligus memanfaatkan model pengukuran tersebut.
Penggunaan alat ukur kinerja berbasis Maqasid Al-Syari’ah tersebut dinilai lebih relevan dan akurat dalam merepresentasikan kinerja Lembaga Keuangan Syariah (LKS) untuk analisis, evaluasi dan pengembangan kebijakan LKS dengan tidak meninggalkan ketaatan pada Norma Syariah. (A.Y)