Yusuf Hendrawan merupakan profesor termuda di Indonesia dalam bidang Ilmu Keteknikan Pertanian dan di bidang saintek di Universitas Brawijaya.
ADADIMALANG – Universitas Brawijaya (UB) kembali mengukuhkan profesor barunya hari ini, Selasa (31/05/2022).
Dua Profesor baru yang akan dikukuhkan pagi ini adalah Dr. Eng, Moch. Agus Choiron, ST., MT. dari Fakultas Teknik (FT UB) Dan Yusuf Hendrawan, STP., M. App. Life Sc., Ph.D dari Fakultas Teknologi Pertanian (FTP UB).
Dr. Eng, Moch. Agus Choiron, ST., MT dikukuhkan sebagai Profesor ke-16 dari FT dan ke 165 di UB serta menjadi professor ke 293 dari seluruh professor yang telah dihasilkan oleh UB. Sementara Yusuf Hendrawan, STP., M. App. Life Sc., Ph.D dari Fakultas Teknologi Pertanian merupakan professor aktif ke-12 dari FTP dan Professor aktif ke-166 di UB serta menjadi professor ke 294 dari seluruh professor yang dihasilkan oleh UB.
Rekayasa Desain pada Crash Box
Dalam pemaparannya di hadapan seluruh anggota senat Universitas Brawijaya, Dr. Eng, Moch. Agus Choiron, ST., MT memaparkan orasi ilmiahnya berjudul ‘Rekayasa Desain Hexagonal Crash Box Untuk Short Crushable Zone Dengan Simulasi Komputer’.
Perkembangan jumlah kendaraan bermotor di Indonesia sangat tinggi khususnya pada segmen mobil penumpang dimana berdasarkan data Badan Pusat Statistik diketahui jumlah mobil penumpang mengalami peningkatan sebesar 6,1 persen dengan jumlah sebanyak 15.592.419 unit pada tahun 2019. Sayangnya peningkatan tersebut berbanding lurus dengan tingginya angka kecelakaan di Indonesia, yang mencapai 116.411 kasus dan cenderung meningkat sebesar 4.87 persen pada tahun 2019.
Perangkat keselamatan kendaraan dengan performa dan tingkat keselamatan yang baik saat terjadi tabrakan sangat dibutuhkan, khususnya arah frontal.
Crash box merupakan salah satu perangkat keselamatan pasif yang terletak di antara bumper dan frame yang berfungsi sebagai penyerap energi impak ketika terjadi tabrakan yang berupa struktur berdinding tipis (thin-walled structure) yang diharapkan mengalami deformasi permanen untuk menyerap energi impak akibat tabrakan.
Pengembangan desain crash box mulai dari bentuk konvensional dengan desain berpenampang kotak, lingkaran dan hexagonal, dilanjutkan dengan desain yang memodifikasi bentuk dinding crash box seperti desain corrugated (Choirotin et al., 2021), tapered (Choiron et al., 2015), initial fold (Muthusamy et al., 2018)(Choiron et al., 2019) dan origami (Ciampaglia et al., 2021).
Rekayasa desain yang dilakukan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pada aplikasi mobil berjenis MPV yang merupakan kendaraan yang paling laku di Indonesia di mana memiliki short crushable zone sehingga panjang crash box didesain 120-150 mm.
“Kami merumuskan model desain hexagonal crash box untuk short crushable zone yang terdiri dari multi-cell foam filled, multi-cell composite, multi-cell hybrid dan honeycomb filled dengan peningkatan kemampuan penyerapan energi yang signifikan dengan struktur ringan. Model desain crash box ini merupakan pengembangan model hexagonal dengan panjang crash box 120 mm yang dikembangkan dengan simulasi komputer,” ungkapnya.
Pengembangan desain dilakukan dengan mengadopsi Teknik ALD (Analysis Led Design) dan virtual desain yang telah dilakukan secara efektif pada rekayasa desain corrugated metal gasket untuk mempercepat proses pengembangan produk dengan pengurangan trial and error.
Pemanfaatan Intelligent Bio-Instrumentation System (IBIS) Dalam Pengembangan Pertanian Presisi Di Era Revolusi Industri 4.0
Prof. Yusuf Hendrawan akan dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam bidang ilmu sistem kontrol pertanian di Universitas Brawijaya dengan menyampaikan orasi ilmiah berjudul ‘Pemanfaatan Intelligent Bio-Instrumentation System dalam Pengembangan Pertanian Presisi di Era Revolusi Industri 4,0’ .
Pada orasi ilmiah tersebut, Prof. Yusuf Hendrawan merumuskan metode pengukuran objek hayati khususnya objek pertanian yang dinamakan Intelligent Bio-Instrumentation System (IBIS) yang merupakan metode pengukuran objek hayati melalui analisis gambar digital yang didapatkan dari kamera digital berbasis kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI).
“Keunggulan dari IBIS adalah metode pengukuran yang tidak merusak objek pertanian yang diamati (non-invasive sensing), akurat, mudah digunakan, dapat dimanfaatkan dalam sistem kontrol pertanian supaya lebih efektif, alat pengukuran yang lebih murah, dan prosedur pengukuran yang lebih sederhana jika dibandingkan dengan metode pengukuran konvensional,” ungkap Yusuf Hendrawan.
Menurut pria yang menjabat sebagai Wakil Dekan III FTP UB ini, untuk membangun suatu sistem pertanian yang presisi maka diperlukan suatu sistem pengukuran karakteristik objek pertanian secara akurat, cepat, dan mudah. Selain itu juga diperlukan suatu sistem pengukuran respon tanaman terhadap perubahan lingkungan seperti perubahan suhu, kelembaban, cahaya, nutrisi, air, CO2, suara dan lain-lain.
Namun mengukur objek hayati khususnya objek pertanian bukanlah perkara yang mudah. Hal ini dikarenakan sifat objek hayati memiliki karakteristik yang beragam, tidak statis dan sangat dinamis, sehingga sangat sulit untuk dimodelkan karakteristiknya secara kuantitatif. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi peneliti-peneliti yang mengembangkan sistem pengukuran untuk objek-objek hayati.
Sistem pertanian presisi menurut Yusuf erat kaitannya dengan sistem kontrol pertanian yang akurat dimana di era revolusi industri 4,0 telah banyak dikembangkan teknologi berbasis kecerdasan buatan (Artificial Intelligence). Penerapan kecerdasan buatan pada bidang pertanian telah terbukti bermanfaat sebagai sistem kontrol pertanian menuju pertanian presisi.
Tahap berikutnya, Yusuf Hendrawan mengembangkan kecerdasan buatan untuk memodelkan karakteristik objek pertanian yang hasilnya menunjukkan kecerdasan buatan dapat meningkatkan akurasi pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan computer vision. Metode kombinasi antara kecerdasan buatan dan computer vision ini kemudian diuji coba untuk menyelesaikan permasalahan karakterisasi dan identifikasi tanaman yang dibudidayakan pada sistem tertutup (plant factory). Metode ini dapat diaplikasikan untuk mengidentifikasi respon tanaman di dalam plant factory terhadap perubahan faktor-faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, air, nutrisi, cahaya, CO2, dll.
“Dengan sistem ini maka seolah-olah kita dapat berkomunikasi dengan tanaman sehingga akan mengetahui perlakuan seperti apa yang harus diberikan pada tanaman sesuai dengan kebutuhan dan model yang kita inginkan,” ungkap Yusuf.
Di masa yang akan datang, Yusuf Hendrawan akan mengembangkan IBIS ini ke dalam bidang sistem kontrol pertanian untuk mewujudkan customizable agricultural product. IBIS akan dikembangkan untuk mengoptimalkan teknologi plant factory yakni suatu sistem budidaya pertanian tertutup dimana semua faktor lingkungan (suhu, kelembaban, intensitas cahaya, air, nutrisi, CO2, frekuensi suara, dll) dapat dikontrol secara optimal. Di era revolusi industri 4,0.
“Dengan sumber daya dan kekayaan hayati yang dimiliki Indonesia, maka penggunaan sistem IBIS ini harapannya dapat membuat Indonesia menjadi Plant Factory terbesar di dunia. (A.Y)