Home / Berita / Umum / Festival Kali Brantas #4, Ketika Sungai Disakralkan, Budaya dan Lingkungan Disatukan di Kampung Grabah Malang

Festival Kali Brantas #4, Ketika Sungai Disakralkan, Budaya dan Lingkungan Disatukan di Kampung Grabah Malang

Kota Malang | ADADIMALANG.COM Di tengah arus tenang Sungai Brantas di kota Malang, sebuah prosesi sakral mengalir bersama waktu dan kesadaran kolektif warga yakni Larung Sesaji dan Kenduren Kali Brantas. Bertempat di Kampung Grabah, Kelurahan Penanggungan, Kota Malang, ritual ini menjadi bagian dari Festival Kali Brantas #4, sebuah perayaan yang memadukan budaya, spiritualitas, dan gerakan ekologi.

Ritual Larung Sesaji diawali dengan arak-arakan warga dan belasan anak-anak yang membawa sesaji berupa ikan, bunga, dan hasil bumi. Prosesi ini tidak hanya menjadi simbol rasa syukur, tetapi juga ajakan reflektif untuk hidup selaras dengan alam.

“Ikan melambangkan keberlangsungan ekosistem, bunga melambangkan doa dan harapan, sementara hasil bumi mencerminkan rasa syukur atas rezeki yang mengalir dari Brantas,” ujar Ki Demang, inisiator festival sekaligus Ketua Pokdarwis Kota Malang.

Isa Wahyudi, yang dikenal luas sebagai Ki Demang, menekankan bahwa ritual larung bukan sekadar “membuang” sesaji ke sungai, melainkan mengembalikan unsur kehidupan kepada alam.

“Larung bukan sekadar membuang benda ke sungai, tapi menyampaikan pesan bahwa kita hidup berdampingan dengan alam, dan apa yang kita ambil harus seimbang dengan apa yang kita beri. Sungai tak boleh hanya jadi tempat buangan, tapi harus diperlakukan sebagai ibu yang menghidupi,” tegasnya.

Setelah larung, warga berkumpul dalam Kenduren Kali Brantas yakni sebuah kenduri rakyat yang melampaui batas-batas sosial. Semua duduk bersama menikmati nasi berkat, menciptakan ruang kebersamaan tanpa sekat usia, status sosial, atau asal usul. Makan bersama menjadi simbol spiritual penyatuan niat menjaga alam secara kolektif.

Prosesi ini turut dihadiri oleh Plt. Lurah Penanggungan Amanullah Abror, aparat Babinsa dan Babinkamtibmas, Relawan BPBD, RT, RW, serta ratusan warga. Tak hanya menjadi tontonan, acara ini juga memantik percakapan mendalam dalam Sarasehan Kali Brantas yang menghadirkan seniman dan tokoh budaya seperti Winarto Ekram (Malang Dance), Ki Lelono, Oemi Solekha (Batu), dan Nanang dari Celaket.

Winarto Ekram mengungkapkan bahwa Kali Brantas bukan lagi sekadar latar budaya, melainkan telah menjadi ruang hidup bagi ekspresi warga.

“Seniman sejati itu ya warga Brantas itu sendiri yang mengolah ekosistem di sini dan menjadikan tempat ini sebagai ruang ekspresi, entah melalui tari, nyanyi, dongeng, atau kerajinan grabah yang turun-temurun diolah di sini,” ungkap Winarto yang juga menjabat Kabid Pemberdayaan di DP3AP2KB Kota Batu.

Festival Kali Brantas #4 tahun ini digelar secara serentak di tujuh kampung tematik, yakni Kampung Keramik Dinoyo, Kampung Grabah Penanggungan, Kampung Putih Klojen, Kampung Biru Arema Kidul Dalem, Kampung Tridi Kesatrian, Kampung Warna Warni Jodipan, dan Kampung Lampion Jodipan. Tiap kampung membawa kekhasannya masing-masing sebagai ekspresi lokal dalam merawat Sungai Brantas.

Puncak festival akan digelar pada Minggu, 27 Juli, dalam bentuk Gugur Gunung Rijik-Rijik Kali Brantas yakni aksi bersih-bersih sungai secara kolektif sebagai bentuk penghormatan terhadap Hari Sungai Nasional.

Beragam acara budaya juga akan meramaikan masing-masing kampung, antara lain Nyanyian Arema Kali Brantas (musik akustik di Kampung Biru Arema), Kampanye Kali Brantas (tari dan nyanyian kolaboratif di Kampung Warna Warni dan Kampung Putih), Dolanan Lempung Brantas (permainan tradisional dari tanah liat di Kampung Grabah dan Keramik Dinoyo), Nyadran Kali Brantas (ritual bersih-bersih sungai di Kampung Tridi), Wayang Topeng “Ronggeng Kali Brantas” (ruwatan malam di Kampung Warna Warni oleh Kampung Budaya Polowijen).

Lebih dari sekadar festival tahunan, Festival Kali Brantas #4 adalah ruang bertemunya kearifan lokal dan kepedulian ekologis. Dalam setiap sesaji, nyanyian, hingga bersih-bersih sungai, tersimpan pesan universal yakni memuliakan sungai berarti merawat masa depan. Sebab di balik aliran air, mengalir pula harapan, kehidupan, dan identitas budaya yang tak ternilai. (Red)

Tag: