Kab. Malang | ADADIMALANG.COM — Di tengah tantangan era digital, mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) yang tergabung dalam KKN FBD KOMPAK 47 membuktikan bahwa teknologi bisa menjadi jembatan bagi pelaku usaha kecil di pedesaan untuk tumbuh dan berkembang.
Melalui program bertajuk Digitalisasi UMKM, para mahasiswa ini menyasar langsung Desa Bandungrejo, Kecamatan Bantur, Kabupaten Malang, dengan misi memberdayakan UMKM lokal agar lebih dikenal luas melalui kanal digital.
Program ini berlangsung selama dua pekan, sejak 11 hingga 22 Juli 2025, dimana meskipun waktunya terbatas namun mampu memberikan dampak yang cukup terasa. Mahasiswa hadir bukan sekadar mengedukasi, tetapi juga menyelami realitas ekonomi desa secara langsung. Mereka mendokumentasikan, mempromosikan, dan memetakan usaha-usaha lokal dengan pendekatan yang humanis dan adaptif.
Banyak pelaku usaha mikro di Bandungrejo sebenarnya telah memproduksi barang dengan kualitas baik dan cerita perjuangan yang menyentuh. Namun, keterbatasan akses informasi dan minimnya pemahaman soal pemasaran digital membuat mereka hanya mengandalkan promosi dari mulut ke mulut. Hal ini menjadi latar belakang lahirnya inisiatif dari kelompok mahasiswa KKN tersebut.
“Saya baru tahu kalau tempat saya bisa dimasukkan ke Google Maps. Sekarang orang bisa langsung tahu jalan ke sini. Dan saya senang sekali difotokan waktu lagi bikin keripik, jadi bisa menunjukkan kerja keras saya,” ujar Rupiah, pelaku UMKM produsen keripik, dengan wajah sumringah.
Salah satu bentuk pendampingan nyata lainnya dilakukan melalui dokumentasi visual, dimana setiap pelaku usaha mendapat sesi khusus untuk difoto dan direkam aktivitas produksinya. Mahasiswa tak sekadar mengambil gambar, tapi menggali cerita di balik usaha.
Seperti Ramadhan dari Pranata Mushroom, yang sejak 2002 membudidayakan jamur kuping, jamur tiram putih, hingga tiram coklat. Produksi yang higienis dan detail menjadi inspirasi tersendiri bagi para mahasiswa.

Cerita menarik lainnya datang dari Rupiah, seorang ibu rumah tangga yang secara mandiri mengelola usaha keripik pisang, singkong, dan sukun. Semua proses yang dimulai dari memilih bahan, menggoreng, hingga mengemas dilakukan sendiri. Dalam video promosi yang dibuat mahasiswa, terlihat jelas ketekunan dan semangat yang tak kalah dengan pelaku industri besar.
Setelah dokumentasi selesai, langkah berikutnya adalah menyebarluaskan. Mahasiswa membuat akun Instagram kolektif bernama @umkmbandungrejo yang memuat informasi lengkap seputar produk, harga, lokasi, hingga kontak pemesanan. Akun ini menjadi etalase digital yang bisa diakses siapa saja.
Tak hanya itu, mereka juga menyusun katalog cetak yang memuat berbagai produk unggulan seperti Kacang Bawang Bu Sumiati, Keripik Usus Barokah Ibu Mariati, Sale Pisang Tsamrah El Hayat, dan Keripik Singkong Mbah Ran. Setiap entri dilengkapi dengan kontak, harga, dan cerita singkat. Katalog ini tidak hanya menjadi arsip, tapi juga alat promosi yang bisa dibagikan secara luas.
Inovasi sederhana namun berdampak besar datang dari langkah ketiga yaitu pemetaan lokasi UMKM di Google Maps. Mahasiswa membantu para pelaku usaha mendaftarkan titik lokasi mereka, sehingga lebih mudah ditemukan konsumen. Bagi banyak pelaku usaha, ini adalah pengalaman baru. Selain itu, disusun pula pamflet edukatif tentang cara mendaftarkan usaha secara mandiri di Google Maps, agar UMKM lain yang belum terjangkau bisa mengikuti jejak serupa.
Untuk memperkuat pemahaman digital para pelaku UMKM, mahasiswa juga menyusun buku saku digital marketing. Isinya praktis dan ringan, mencakup cara membuat konten menarik, teknik dasar fotografi produk pakai ponsel, menulis narasi produk yang memikat, contoh hook (kalimat pembuka) untuk menarik perhatian konsumen. Buku saku ini didesain agar mudah dipahami oleh siapa saja, termasuk mereka yang belum terbiasa menggunakan media sosial.
Di akhir program, seluruh materi baik digital maupun cetak diserahkan kepada Koordinator UMKM Desa Bandungrejo dengan tujuan terjadi keberlanjutan. Para mahasiswa ingin agar hasil kerja mereka tidak berhenti di masa KKN saja, tetapi bisa terus digunakan untuk mengembangkan UMKM desa.
Meski belum menjangkau seluruh pelaku UMKM di Bandungrejo, program ini telah membentuk ekosistem awal yang siap berkembang. Kolaborasi antara mahasiswa dan pelaku usaha menunjukkan bahwa transformasi digital bukan hal mustahil, bahkan di pelosok desa.
Cerita dari Bandungrejo membuktikan bahwa ekonomi desa bisa tumbuh bukan hanya karena modal besar, tetapi juga karena pendampingan yang tulus, komunikasi yang manusiawi, dan adaptasi teknologi yang membumi. Di balik setiap bungkus keripik atau botol jamur, kini ada harapan baru yang tampil di layar ponsel siapa saja. (Red)