Kota Malang | ADADIMALANG.COM – Keinginan DPRD Kota Malang untuk meringankan beban pelaku usaha kecil beberapa waktu lalu sempat disalahpahami masyarakat. Perubahan aturan Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) yang menaikkan batas omset minimal dari Rp5 juta menjadi Rp15 juta justru membuat banyak pihak salah sangka.
Menanggapi kesalahpahaman ini, anggota DPRD Kota Malang, H. Bayu Rekso Aji, memanfaatkan masa reses untuk memberikan sosialisasi langsung kepada masyarakat. Bayu menjelaskan bahwa kenaikan batas omset ini justru menguntungkan para pelaku usaha kecil.
“Jadi, kenaikan itu tujuannya adalah untuk memberikan keringanan kepada para pelaku usaha dengan menaikkan batas minimal omset yang dikenai pajak. Kalau dulu omset Rp5 juta sudah dikenai pajak 10 persen, tetapi setelah kita naikkan jadinya omset Rp15 juta baru dikenai pajak. Ini kan menguntungkan pengusaha kecil,” ungkap Bayu Rekso Aji.
Politisi dari PKS ini menambahkan, aturan ini sebelumnya dikenal sebagai Pajak Restoran berdasarkan Perda Nomor 16 Tahun 2010. Pajak ini biasanya berlaku untuk restoran besar di mal atau pusat perbelanjaan, bukan untuk UMKM kecil yang berdagang dengan gerobak.
Bayu mengakui bahwa banyak masyarakat, termasuk para influencer, salah menafsirkan perubahan ini. “Sayangnya perubahan aturan yang kita upayakan tersebut disalahartikan oleh banyak orang, termasuk para influencer yang menyampaikan bahwa pajak 10 persen itu dikenakan pada UMKM keseluruhan, padahal itu adalah pajak resto yang besar-besar, sementara UMKM yang kecil dengan dorongan, gerobak, itu tidak dikenai aturan ini. Ini yang harus dipahami,” tegasnya.
Kesalahpahaman ini memicu banyak pesan kekecewaan dan kemarahan yang ia terima. Masyarakat menilai anggota DPRD justru menyengsarakan rakyat kecil melalui perubahan Perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).
“Jadi, Perda PDRD ini dari tahun 2010 diperbaiki menjadi Perda Nomor 4 Tahun 2023, itu batasnya adalah Rp5 juta. Nah, setelah itu ada usulan dari Pemerintah Kota setelah berkonsultasi dengan Kementerian Dalam Negeri tentang batas minimal pengenaan pajak dari Rp5 juta minta dinaikkan karena kalau Rp5 juta kan kecil banget,” jelas Bayu.

Dalam penentuan angka Rp15 juta, Ketua Pansus yang diamanahkan kepada Anggota DPRD dari Fraksi PKS ini tidak gegabah dalam mengambil keputusan. Pansus telah memanggil berbagai ahli, mulai dari akademisi perpajakan dari Universitas Brawijaya hingga pelaku UMKM dan juga perwakilan organisasi. Awalnya, rata-rata usulan minimal berada di angka Rp25 juta, tetapi setelah melalui pertimbangan dan tarik ulur, disepakati angka Rp15 juta. Angka ini merupakan yang tertinggi di Jawa Timur, sama seperti di Surabaya.
Bayu menjamin, “Saya jamin ya masyarakat yang memiliki usaha di rumah, gerobakan, dan segala macam tidak termasuk pelaku usaha yang kena pajak ini. Jadi jangan terombang-ambing dengan isu-isu yang kadang tidak jelas.”
Penjelasan Bayu Rekso Aji ini disambut baik oleh para peserta reses yang mayoritas adalah pelaku UMKM. Eko, seorang warga Klojen yang berjualan di rumah, mengaku merasa lega.
“Saya sempat marah juga ke anggota DPRD Kota Malang yang waktu itu menurut saya malah menyengsarakan rakyat kecil dengan menaikkan dari Rp5 juta menjadi Rp15 juta. Ternyata itu adalah batas minimal pengenaan pajak ya, dan kami ini tidak dikenai aturan itu. Alhamdulillah sudah jelas semua,” pungkas Eko. (A.Y)