Kejaksaan RI telah menuntaskan 821 perkara melalui Restorative Justice sejak mulai diberlakukan.
ADADIMALANG – Setelah dilaunching di beberapa daerah melalui peran Kejaksaan Negeri yang ada di masing-masing kota atau daerah termasuk di Kota Malang, Rumah Restorative Justice (RJ) yang ada di Sembilan wilayah Kejaksaan Tinggi diresmikan oleh Jaksa Agung RI, Prof.Dr. H. Sanitiar Burhanuddin, S.H., M.M., M.H pagi tadi, Rabu (16/03/2022).
Sembilan Rumah RJ yang diresmikan secara virtual kali ini antara lain di Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, Kejaksaan Tinggi Aceh, Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan, Kejaksaan Tinggi Sulawesi Barat, Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah, Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau dan Kejaksaan Tinggi Banten.
Peresmian Rumah RJ pagi tadi dihadiri pula Wakil Jaksa Agung RI Dr. Sunarta, sementara Para Jaksa Agung Muda, Kepala Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan RI menghadiri Acara Launching Rumah Restorative Justice tersebut secara serentak di ruang kerjanya masing-masing.
“Selama dibelakukannya Peraturan Jaksa Agung RI Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, Kejaksaan RI telah menyelesaikan 821 perkara di seluruh Indonesia melalui keadilan restoratif untuk menghadirkan keadilan di tengah masyarakat. Oleh karena itu perlu kiranya dibuatkan ruang atau tempat penyelesaian masalah dengan konsep perdamaian melalui musyawarah mufakat sebelum perkaranya masuk ke ranah penegak hukum,” ujar Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, Dr. Fadil Zumhana.
Beberapa tujuan dibentuknya Rumah Restorative Justice menurut Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum antara lain Rumah RJ sebagai tempat dalam menyelesaikan segala permasalahan di masyarakat.
“Yang kedua, kehadiran Rumah RJ mampu menggali kearifan lokal dalam rangka mengimplementasikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat dan yang ketiga Rumah Restorative Justice sebagai tempat musyawarah mufakat telah membuka harapan untuk menciptakan keharmonisan dan kedamaian dalam masyarakat,” ungkap Fadil Zumhana.
Peresmian Rumah Restorative Justice disebut oleh Jaksa Agung RI, Sanitiar Burhanuddin sebagai manifestasi bukti keseriusan Kejaksaan dalam menjalankan salah satu fokus pembangunan hukum di Indonesia yaitu berkaitan dengan implementasi Restorative Justice.
“Hal itu sebagaimana diatur dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, dimana Arah Kebijakan dan Strategi Bagian Penegakan Hukum Nasional ditujukan pada perbaikan sistem hukum pidana dan perdata, yang strateginya secara spesifik berkaitan dengan penerapan keadilan restoratif,” ungkap Jaksa Agung RI.
Keadilan Restoratif dinilai Burhanuddin menjadi salah satu alternatif penyelesaian perkara pidana dimana pembeda dari penyelesaian perkara tersebut adalah adanya pemulihan keadaan kembali pada keadaan sebelum terjadinya tindak pidana.
“Melalui konsep penyelesaian keadilan restoratif ini maka kehidupan harmonis di lingkungan masyarakat dapat pulih kembali. Konsep keadilan restoratif merupakan suatu konsekuensi logis dari asas ultimum remedium yaitu pidana merupakan jalan terakhir dan sebagai pengejawantahan asas keadilan, proporsionalitas serta asas cepat, sederhana dan biaya ringan, oleh karena itu penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dilaksanakan dalam rangka memberikan perlindungan terhadap kepentingan korban dan kepentingan hukum lain,” ujar Jaksa Agung.
Jaksa Agung berharap Rumah RJ dapat menjadi sebuah rumah bagi aparat penegak hukum khususnya Jaksa untuk mengaktualisasikan budaya luhur Bangsa Indonesia yaitu musyawarah untuk mufakat dalam proses penyelesaian perkara.
“Perlu diketahui mengapa saya menamakan rumah RJ bukan kampung RJ, karena menurut saya kampung RJ akan terikat secara spesifik oleh wilayah artinya kearifan dan nilai nilai yang digali akan dibatasi oleh wilayah kampung itu saja. Sedangkan rumah RJ terkandung maksud tidak ditujukan pada masyarakat tertentu ataupun wilayah tertentu, rumah RJ harus dapat menggali dan menyerap nilai nilai dan kearifan yg tumbuh dan berkembang di masyarakat secara umum tidak terikat oleh wilayah atau lapisan masyarakat tertentu,” ujar Jaksa Agung.
Dengan keberadaan Rumah RJ, Jaksa Agung berharap dapat menjadi contoh untuk menghidupkan kembali peran para tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh adat untuk bersama-sama dengan penegak hukum khususnya Jaksa dalam proses penegakan hukum yang berorientasikan pada keadilan subtantif.
“Rumah RJ juga saya harapkan dapat menjadi sarana bagi masyarakat untuk mendapatkan pengetahuan dan pemahaman secara komprehensif tentang manfaat dari penyelesaian tindak pidana melalui konsep restorative justice,” pungkas Jaksa Agung RI. (A.Y)