Kualitas air waduk dan bendungan sangat terganggu karena aktifitas Perikanan Intensif

banner 468x60

Kota Malang – Viralnya keresahan dan respon masyarakat di sosial media terkait dengan semakin maraknya budidaya perikanan intensif di bendungan atau waduk langsung mendapat respon dari Perum Jasa Tirta (PJT) I yang mengundang awak media untuk menginformasikan kondisi sebenarnya di waduk atau bendungan agar tidak ada informasi yang salah.

“Saya mengundang teman-teman media agar bisa menyampaikan kondisi sebenarnya waduk atau bendungan yang sebenarnya agar bisa disampaikan kepada masyarakat,” ungkap Direktur Utama PJT I, Raymond Valiant Ruritan, Jumat (22/9).

Bacaan Lainnya

Raymond mengakui jika di beberapa waduk yang menjadi penguasaan PJT I tersebut juga dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berbaga kegiatan dimana salah satunya adalah untuk perikanan intensif dalam bentuk jaring apung, menggunakan alat yan merusak ekosistem air dan lingkungan waduk serta banyak lainnya tersebut merusak dan menurunkan kualitas air.

“Semua waduk yang ada di sungai Brantas dan Bengawan Solo ini dipergunakan oleh masyarakat, sayangnya kegiatan masyarakat itu kebanyakan tidak sesuai dengan aturan yang ada seperti menggunakan bom atau alat yang merusak lingkungan ataupun untuk perikanan ikan intensif dengan model keramba dan jaring apung yang merusak kualitas air waduk,” ungkap pria berkacamata ini.

Sistem perikanan intensif dengan menggunakan jaring apung diakui Raymond akan berpengaruh pada kualitas air karena adanya pemberian pakan ikan serta pupuk yang kemudian menyebabkan muncul enceng gondok (gulma) dan ganggang (algae) akibat kandungan pakan dan pupuk yang diberikan.

“Akibat pertanian intensif tersebut, saat ini untuk Waduk Sutami dan Lahor sudah mengalami over fishing atau jumlah ikan sudah melebihi ambang batas normal. Hal yang sama juga terjadi di bendungan Selorejo. Jika ini dibiarkan terjad maka ditakutkan bisa terjadi algae blooming yang menyebabkan ikan mati semua akibat tidak mendapatkan pasokan oksigen akibat terserap oleh algae. Jika ikan mati maka akan muncul bau busuk, kualitas air akan makin turun dan banyak lagi dampak negatif lainnya,” ujar Raymond.

Dalam rangka megantisipasi agar tidak terjadi algae booming dan kemungkinan kejadian negatif lainnya, maka PJT I berusaha mengembalikan model perikanan bebas di waduk dengan mulai mengurangi jaring apung yang sebenarnya tidak pernah diijinkan.

“Awal mulainya sekitar tahun 2005-2007 dimana kita sering melakukan penyisiran dan pembongkaran sehingga terjadi kejar-kejaran, namun tiga tahun belakangan ini justru intensitasnya meningkat dan terjad resistensi dari masyarakat setiapkali dilakukan upaya pelarangan dan pembongkaran,” ungkap Raymond.

Oleh karena itu, PJT I brupaya akan melaksanakan kerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Malang sebagai pemilik wilayah di lokasi bendungan tersebut berada agar bisa memberikan pemahaman dan penegakan hukum dari pelanggaran yang ada.

“Selama ini law enforcement kurang bisa diterapkan karena semua kegiatan itu merupakan kegiatan masyarakat sekitar bendungan, serta dasar hukumnya baru sebatas Keputusan Menteri Pekerjaan Umum sehingga saat ini sedang kita lakukan pembahasan dan penyusunan dasar hukum yang akan diajukan agar law enforcementnya nanti bisa efektif,” ungkap Raymond.

Investasi jaring apung diakui cukup menguntungkan bagi para pelakunya karena meskipun harus mengeluarkan dana yang cukup besar di awal namun akan menguntungkan jika usaha tersebut sudah berjalan dan panen karena tidak membutuhkan biaya pembebasan lahan karena menggunakan waduk sebagai kolam tempat ikan tinggal yang akan terdampak akibat pakan dan pupuk serta bahan kimia lain yang diberikan yang tentunya akan berpengaruh pada kualitas air.

“Saat ini kami berupaya agar jumlah jaring apung tidak bertambah dan ini merupakan tugas kita bersama untuk menjaga kelestarian waduk dan kualitas air yang digunakan untuk kepentingan yang lebih besar lagi,” ungkap Direktur Utama PJT I yang ramah ini. (A.Y)

banner 300x250

Pos terkait

banner 468x60

Tinggalkan Balasan