ADADIMALANG – dalam rangka penyusunan dan pengembangan kurikulum yang berkaitan dengan program studi instrumentasi di masa yang akan datang, himpunan fisika Indonesia dan jurusan fisika Universitas Brawijaya mengadakan sarasehan instrumentasi di gedung MIPA center Universitas Brawijaya, Kamis (11/8) yang diisi oleh Prof. Dr. Jazi Eko Istianto yang merupakan Kepala Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten).
“Nuklir sampai saat ini masih dipandang sebagai hal yang negatif, padahal dalam keseharian kita itu sering menggunakan dan merasakan manfaat dari teknologi nuklir, seperti x-ray yang digunakan dalam dunia kedokteran,” jelas Prof. Dr. Jazi.
Kesuksesan pengawasan ketenaganukliran ditentukan oleh kualitas sumber daya manusia (SDM) serta ketersediaan dan kehandalan peralatan utama sistem pengawasan (alutsiwas). Perguruan tinggi seperti Universitas Brawijaya dan perguruan tinggi lainnya di Indonesia diharapkan dapat memasok SDM yang handal untuk pengawasan pemanfaatan nuklir di Indonesia.
“Di Indonesia sampai saat ini, SDM yang memiliki skill di bidang nuklir masih sangat terbatas padahal ke depannya nanti semua bidang yang menggunakan tenaga nuklir harus dioperasikan oleh SDM yang telah disertifikasi oleh Batepen,” jelas Prof. Dr. Jazi.
Menurut Jazi sesuai dengan program yang telah dibuat oleh Batepen, semua institusi yang menggunakan alat dan teknologi nuklir harus memiliki sertifikasi dari Bapetendan dijalankan oleh SDM yang memiliki skill mumpuni yang dibuktikan dengan sertifikasi Batepen.
“Makanya kita ingin jurusan-jurusan yang terkait dengan pengembangan nuklir seperti jurusan fisika di Universitas Brawijaya ini bisa bekerjasama dengan Bapeten dalam penyiapan SDM yang bisa mensupport kerja Bapeten mendatang,” jelas Jazi.
Sementara itu ditemui di tempat yang sama, Sugeng Sumbarjo selaku Direktur Inspeksi Fasilitas Radiaso dan Zat Radioaktif Bapeten menjelaskan bahwa sampai tahun 2015 sudah tercatat ada 26 fasilitas telah mendapat sanksi pidana, dimana lima dari fasilitas industry dan 21 dari fasilitas kesehatan.
“Kalau tidak sesuai dengan aturan yang berlaku, maka kita bisa memberikan sanksi berupa administrasi seperti penutupan sementara fasilitas pengguna nuklir, atau bahkan kita laporkan ke polisi agar dikenai sanksi pidana,” jelas Sugeng Sumbarjo. (A.Y)