Digelar selama tiga hari hingga hari ini bersama dengan kampus Australian Catholic University, KONEKSI dan juga AIDRAN.
ADADIMALANG.COM | Kampus UB – Bekerjasama dengan KONEKSI dan AIDRAN serta Fakultas Hukum Australian Catholic University (ACU), Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (FH UB) menggelar seminar internasional dan juga penelitian bersama.
Kegiatan yang dilaksanakan selama tiga hari sejak hari Selasa tanggal 10 September 2024 lalu ini diikuti banyak elemen seperti akademisi, praktisi, peneliti, pengamat, masyarakat adat hingga penyandang difabel.
Dekan Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, Dr. Aan Eko Widiarto, S.H., M.Hum., menyampaikan kegiatan seminar internasional kali ini merupakan salah satu implementasi kerjasama G2G (Government to government) antara pemerintah Australia dengan pemerintah Indonesia dimana pemerintah Australia melalui Kementerian Luar Negeri dan perdagangannya sementara pemerintah Indonesia melalui tiga lembaga dari Bappenas, BRIN dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
“Nah melalui konsorsium yang bernama KONEKSI mereka mengundang proposal dimana kita mengambil tema pengembangan keadilan restorasi yang di situ keadilannya kita titik beratkan pada tiga bidang yaitu perempuan, disabilitas dan masyarakat adat bagaimana mereka apat memperoleh keadilan akibat dampak perubahan iklim ini. Kita gali kepada perwakilan tiga kelompok itu, misalnya pada disabilitas ya dengan adanya pemanasan global ini akses mereka semakin terbatas tidak dan lain sebagainya,” ungkap Aan.
Dari berbagai keluhan yang dihadapi tiga kelompok tersebut menurut Aan seharusnya dalam perencanaan pembangunan yakni Musrenbang itu suara tiga kelompok harus didengar untuk menjadi solusi pelbagai kondisi yang menjadi kendala bagi mereka akibat perubahan iklim.
“Untuk kelompok perempuan dan masyarakat adat khusus di Jawa Timur kita ambil Tengger yang ternyata banyak sekali dampak dari pemanasan global bagi masyarakat adat khususnya ke aspek pertaniannya. Berdasarkan temuan kami, masyarakat adat ini harus diikutkan dalam musrenbang sehingga keluhan mereka soal masa tanam, soal hama kemudian juga soal curah hujan yang sangat deras sehingga merusak tanamannya itu bisa dimitigasi oleh pemerintah daerah dengan anggarannya termasuk Pemerintah Desa. itu beberapa keadilan restoratif yang kita ingin wujudkan melalui proyek ini bersama dengan Australian Catholic University,” tukas Aan Eko Widiarto.
Ditemui di lokasi kegiatan, Founder dan Presiden AIDRAN yakni Dr. Dina Afrianty memberikan respon positif dan apresiasi atas pelaksanaan kerjasama dan kegiatan bersama antara FH UB, ACU, KONEKSI dan juga AIDRAN dimana melalui kerjasama dan kegiatan bersama tersebut maka AIDRAn juga dapat ikut mendiseminasi dan membuat isu disabilitas menjadi lebih mainstream bukan saja di dalam riset ya tetapi misalnya dosen-dosen pengajar seluruh mata kuliah hukum di segala aspek harus bicara tentang hak asasi manusia termasuk tentang hak penyandang disabilitas untuk diperlakukan sama, dihormati dan dan juga diberikan akses yang sama.
“Kami juga mengajak teman-teman disabilitas untuk hadir dimana mereka tidak hanya sekadar menjadi narasumber semata melainkan harus menjadi bagian dan turut menilai hasil penelitian yang kita lakukan karena bisa saja kami salah dalam menangkap apa yang mereka sampaikan dalam penelitian dan lain sebagainya. Hal itu penting karena hasil dari penelitian itu nantinya akan kita gunakan untuk mencoba mempengaruhi keputusan atau kebijakan pemerintah yang terkait dengan penyandang disabilitas,” ungkap Dina.
Keterkaitan penyandang disabilitas dengan perubahan iklim menurut Dina sangatlah ada hubungan yang erat sekali, dimana para penyandang disabilitas tersebut dinilai sangat kesulitan mendapatkan akses terkait informasi tentang perubahan iklim akibat keterbatasan akses mereka.
“Bahkan penyandang disabilitas itu sangat terpengaruh dengan perubahan iklim yang mungkin tidak terpikirkan oleh pemerintah misalkan saja pengguna kursi roda atau tongkat yang berbahan baku besi, jika terjadi perubahan suhu panas yang tinggi maka kursi ataupun tongkat yang mereka pergunakan akan terasa panas sekali, dan ini memerlukan solusi pemecahannya, termasuk masih banyak lagi contoh-contoh lainnya. Oleh karena itu kami bahas dalam kegiatan selama tiga hari ini di Fakultas Hukum Universitas Brawjaya,” tukas perempuan yang juga menjadi dosen di Australia ini.
Sementara itu perwakilan masyarakat adat dari NTTT yakni Rambu Dai Mami mewakili komunitas Sabana Sumba menyampaikan ucapan terimakasih atas dilibatkannya dirinya sebagai perwakilan masyarakat adat untuk mengikuti penelitian dan juga seminar internasional di FH UB ini.
“Kami sangat berterima kasih karena kami dilibatkan sehiingga kami merasa ada dukungan dari berbagai pihak selain pemerintah yang mau turut membantu untuk menyuarakan suara-suara kami yang tidak terdengar karena kami adalah kelompok-kelompok marginal yang selama ini berjuang tetapi terkesan suara-suara perjuangan kami itu tidak pernah terdengar. Dengan adanya kegiatan ini dan adanya keterlibatan dari teman-teman akademis yang membantu kami dengan pihak-pihak lainnya maka perjuangan kami sebagai masyarakat adat dapat terdengar,” ungkap Rambu Dai Mami.
Pelaksanaan Penelitian bersama dan seminar internasional yang melibatkan banyak pihak tersebut mendapatkan apresiasi dari Rektor Universitas Brawijaya, Prof. Widodo, S.Si., M.Si., Ph.D., Med.Sc., :yang hadir langsung dan membuka kegiatan tersebut.
“Saya sampaikan ucapan terima kasih banyak atas kerjaasama dan kerja teman-teman Fakultas Hukum UB khususnya Pak Dekan dan tim yang sudah bekerja sangat baik menjalin kerja sama internasional dalam rangka meningkatkan mutu riset yang memiliki impact luar biasa di komunitas dan risetnya bagaimana implementasi atau menerapkan hukum terhadap global warming atau lingkungan dan juga engagement apa keinginan dari teman-teman yang terpinggirkan khususnya penyandang disabilitas serta yang terkait dengan gender ini,” ujar Prof. Widodo.
Menurut Rektor UB, kegiatan tersebut merupakan salah satu contoh terobosan luar biasa yang baru dan harus terus ditingkatkan mengingat riset yang langsung berhubungan dengan komunitas akan memberikan impact karena data-data yang terkumpul akan dapat berpengaruh pada kebijakan yang akan diambil.
“Oleh karena itu nanti saya mohon pak Dekan FH UB agar bagaimana data-data yang ada dan terkumpulkan dapat tersampaikan kepada pemegang kebijakan tertinggi di negeri ini yakni pak Presiden. Kegiatan ini sejalan dengan visi misi Universitas Brawijaya sebagai kampus yang terbuka, inklusif yang memiliki global mindset. Kegiatan ini juga mendukung upaya Universitas Brawijaya menjadi World Class University karena kegiatan ini menjadi bagian untuk accelering International recognition kita ya bahwa UB eksisdan memiliki kontribusi terhadap peradaban global,” tukas rektor Universitas Brawijaya. (A.Y)