ADADIMALANG.COM | Kampus UB – Pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Kota Malang dinilai cukup menarik. Banyaknya fenomena yang ada, menjadikan pelaksanaan pesta demokrasi di akhir tahun 2024 ini menjadi salah satu yang diteliti oleh para akademisi dari Universitas Brawijaya (UB).
Salah satunya adalah Andhyka Muttaqin, SAP., MPA., yang merupakan Ketua Tim Peneliti Perilaku Pemilih di Era Digital di Unversitas Brawijaya saat menjadi narasumber kegiatan Bincang Santai (Bonsai) bersama Pakar UB pagi tadi, Kamis (12/09/2024).
“Berbicara Pemilu maka saya ingin menyampaikan dua poin utama yakni pemilu itu adalah gerbang yang dapat membawa pada dua hal yakni kebaikan dan keburukan untuk pembangunan suatu daerah, dan poin ke dua jika telah terpilih pemimpinnya maka bagaimana pemimpin terpilih itu mengelola negara atau daerahnya.Yang perlu diingat adalah, Pemilu yang baik akan menghasilkan pemimpin yang baik pula, dan sebaliknya proses Pemilu yang kurang baik akan mendapatkan pemimpin-pemimpin atau calon pemimpin yang tidak baik pula yang akan berimplikasi kepada pengelolaan negara atau pengelolaan daerah,” ungkap Andhyka memulai pemaparan materinya.
Menurut dosen pengajar di Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya (FIA UB) ini, dalam konteks Pilkada kota Malang sangat menarik karena dalam pandangannya untuk saat ini tidak ada calon pemimpin yang dominan atau mendominasi dari ketiga paslon yang maju.
“Masih belum ada yang dominan ya meskipun ada calon yang incumbunt (petahana), akan beda cerita jika misalkan mantan Wali Kota Sutiaji mencalonkan diri maka dia akan dominan, sementara untuk saat ini kan tidak ada paslon yang dominan. Misalkan saja Abah Anton, meskipun elektabilitasnya disebut-sebut tertinggi tapi persoalan status hukum terkait dengan Putusan MK dan PKPU itu juga masih belum clear apakah bisa diterima atau tidak. Kemudian Wahyu Hidayat yang merupakan Mantan Pj Wali Kota Malang meskipun didukung oleh 13 partai politik kota Malang, namun mengatur dan mengkondisikan koalisi besar ini juga tidak mudah lho. Dan yang ketiga adalah Sam HC-Ganis yang sejak awal getol dengan koalisi masyarakat tanpa mau dengan kendaraan partai politik, tiba-tiba menerima saat dipinang oleh PDIP, bahkan PDIP memajukan kadernya sebagai N2. ini menarik,” ungkap pria berkacamata ini.
Dengan tidak ada yang dinilai mendominasi untuk saat ini, Andhyka menegaskan semuanya memiliki peluang untuk memenangkan pesta demokrasi Pilkada tahun 2002, namun juga harus tetap memperhatikan karakteristik pemilih yang ada saat ini.
“Berdasarkan hasil studi kami di kota Malang ini ada tujuh karakteristik pemilih dimana dua di antaranya adalah pemilih tradisional dan pemilih rasional. Pemilik tradisional ini adalah mereka yang cenderung memilih berdasarkan loyalitas terhadap partai politik dimana jumlahnya ini lumayan besar ya, dan dikarenakan kita dekat kampus maka pemilik rasional ini juga tidak kalah besar jumlahnya dimana pemilih ini adalah pemilih yang mempertimbangkan program, visi dan misi dari paslon. Apalagi kampus di Kota Malang ini banyak, sehingga jumlah pemilih rasional ini juga tidak sedikit. Pemilih rasional ini biasanya baru akan menentukan pilihannya di waktu-waktu akhir untuk melihat paslon mana yang memiliki peluang menang, dan ini biasanya akan dimanfaatkan oleh operator atau tim sukses di last minute pemilihan ya,” ungkapnya.
Yang tidak kalah pentingnya adalah peran dari tokoh masyarakat, ulama atau kelompok atau organisasi massa yang memiliki jumlah kader yang besar dan memiliki pengaruh kuat dalam menentukan pilihan seperti Nahdlatul Ulama (NU) atau Muhammadiyah atau kelompok-kelompok masyarakat yang dominan di kota Malang.
“Terus yang kedua adalah masalah politik uang, dimana untuk politik uang ini jumlah yang mau menerima politik uang ini jumlahnya masih lebih banyak daripada pemilih yang tidak mau menerima politik uang. Sehingga masih banyak masyarakat yang baru menentukan pilihannya setelah ada serangan atau menerima uang sebagai mahar untuk memilih calon tertentu. Ini yang kita sayangkan karena jumlahnya masih cukup banyak,” ujar Andhyka.
Terkait dengan pemilih muda, Andhyka menegaskan saat ini dominasi pemilih di Kota Malang itu berada di kisaran usia 20 hingga 50 tahun yang rata-rata tidak tertarik dengan model kampanye yang manual atau tradisional dengan mobilisasi massa.
“Kebanyakan dari pemilih muda ini melihat apakah si calon yang maju ini mau terlibat dan memikirkan kepentingan generasi mereka. Oleh karena itu tidak aneh pada pemilihan presiden kemarin meskipun usianya jauh lebih tua dari pasangan lainnya, namun penampilan salah satu calon presiden justru dibuat nampak lebih muda. Ini juga mencerminkan upaya mewakili pemilih muda itu sendiri. Penampilan ini penting sekali dalam mendongkrak elektabilitas calon,” ujar pria ramah ini.
Pengaruh lain yang perlu dipikirkan oleh para kontestan Pilkada ini adalah peran dan pengaruh media dimana disebutkan sesuai teori sosial network analisis disebutkan media dapat menggiring opini publik meskipun mungkin si pemilih tidak mengenal calon namun karena dampak membaca media maka dapat tergiring memilih calon tertentu. Apalagi saat ini hampir 90 persen orang itu memegang gawai (gadget/handphone) termasuk orang tua dimana ini menunjukkan media dan juga sosial media sangat sangat berpengaruh untuk saat ini. (A.Y)