ADADIMALANG.COM | Kota Malang – Tim dosen peneliti dari Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya (FEB UB) sukses merumuskan strategi untuk mengurangi dampak negatif dan risiko dari program hilirisasi. Pendekatan yang mereka gunakan adalah pola kemitraan berbasis kolaborasi hexa helix. Strategi ini dirancang setelah melakukan riset intensif di tiga lokasi smelter, yakni Gresik, Mempawah, dan Batam.
Penelitian ini dilakukan sebagai respons terhadap masifnya program hilirisasi yang dicanangkan pemerintah untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya alam, memperkuat industri domestik, dan mendorong percepatan pertumbuhan ekonomi nasional. Namun, di sisi lain, program ini juga menghadapi berbagai tantangan, baik dalam aspek lingkungan, sosial, maupun ekonomi.
Dekan FEB UB, Abdul Ghofar, S.E., M.Si., M.Acc., DBA., Ak, yang memimpin penelitian ini menuturkan bahwa meskipun hilirisasi membawa dampak signifikan pada perekonomian, tanpa pengelolaan yang baik, potensi kerugiannya tidak dapat diabaikan.
“Kerusakan lingkungan, ketimpangan sosial, dan distribusi manfaat ekonomi yang tidak merata adalah beberapa risiko utama,” paparnya pada hari Senin pagi tadi (30/12/2024).
Pendekatan Hexahelix untuk Solusi Berkelanjutan
Ghofar menjelaskan bahwa solusi yang ditawarkan timnya adalah model kemitraan berbasis kolaborasi hexa helix yang melibatkan enam elemen utama yakni pemerintah, akademisi, dunia usaha, NGO, media, serta masyarakat. Menurutnya, keberhasilan program hilirisasi sangat bergantung pada sinergi antar elemen ini untuk menciptakan pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif.
“Pemerintah Daerah harus berperan sebagai dirigen yang menyelaraskan berbagai kepentingan. Mereka juga perlu memastikan masyarakat lokal percaya bahwa keberadaan perusahaan akan memberikan dampak positif,” ujarnya.
Ghofar juga menekankan pentingnya kebijakan yang dirancang untuk merangkul semua pihak, termasuk mengintegrasikan UMKM dalam ekosistem industri hilirisasi di daerah masing-masing.
Penelitian yang berlangsung selama tiga hingga empat bulan ini melibatkan enam dosen dan 15 orang mahasiswa yang melakukan survei serta wawancara mendalam di tiga lokasi smelter.
Lokasi penelitian pertama adalah di Gresik, dimana di lokasi ini telah memiliki pola kemitraan yang cukup mapan, dan program CSR perusahaan berhasil meningkatkan kesejahteraan sosial, kesehatan, dan ketahanan pangan masyarakat. Namun, isu lingkungan tetap menjadi tantangan yang memerlukan perhatian lebih.
Lokasi penelitian kedua di Mempawah yang masih dalam tahap awal hilirisasi, daerah ini membutuhkan penguatan infrastruktur dasar dan integrasi UMKM lokal ke dalam rantai pasok industri.
Sementara lokasi ke tiga adalah di Batam yang memiliki kemirian dengan Mempawah, dimana Batam juga berada dalam tahap pengembangan hilirisasi. Fokus utamanya adalah memperkuat kolaborasi antara perusahaan dan masyarakat, serta memastikan dampak positif dalam jangka panjang.
Riset Mendalam dan Rekomendasi Kebijakan
Penelitian ini melibatkan survei terhadap 300 responden di setiap lokasi, dengan total 900 responden. Data tersebut kemudian dianalisis dan dilengkapi melalui diskusi mendalam untuk memastikan validitas temuan.
Langkah selanjutnya adalah mengadakan Focus Group Discussion (FGD) yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, seperti pemerintah daerah, perusahaan, akademisi, NGO, dan media. “Hasil FGD ini akan digunakan untuk menyusun rekomendasi kebijakan yang lebih spesifik dan aplikatif,” jelas Ghofar.
Melalui penelitian ini, tim FEB UB berharap dapat memberikan panduan bagi pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat dalam mengelola program hilirisasi secara berkelanjutan.
“Hilirisasi tidak hanya tentang peningkatan ekonomi, tetapi juga harus memperhatikan keberlanjutan sosial dan lingkungan,” pungkas Ghofar.
Dengan kolaborasi hexahelix, Ghofar optimis manfaat hilirisasi dapat dirasakan secara maksimal oleh semua pihak, termasuk masyarakat lokal. (A.Y)