Cari Solusi Kemacetan, PWI dan ITN Gelar Diskusi Publik

Alih status jalan dan strategi untuk merubah kebiasaan penggunaan kendaraan pribadi menjadi hal yang ditawarkan sebagai solusi.

Kota Malang – Kemacetan seolah menjadi salah satu ikon kota Malang saat ini, hingga kota pendidikan ini menduduki posisi ke tiga sebagai kota termacet di Indonesia setelah Jakarta dan Bandung.

Dalam rangka mencari solusi dan sebagai kepedulian sebagai warga kota Malang, PWI Malang Raya dan Institut Teknologi Nasional (ITN) Malang menggelar diskusi publik dengan tema ‘Membedah Kemacetan Kota Malang’ di kampus I ITN Malang siang ini, Selasa (19/03).

Bacaan Lainnya

Rektor ITN Malang, Kustamar mengapresiasi kegiatan yang diinisiasi oleh lembaga profesi wartawan PWI Malang Raya tersebut.

“Saya merasa senang sekali kegiatan ini bisa dilaksanakan di ITN Malang, karena saya pernah dikritik ITN Malang punya banyak pakar tapi Malang sendiri kok macet. Sehingga dengan event ini saya berharap pakar ITN Malang bisa turut berperan andil dalam menghasilkan solusi kemacetan di kota Malang ini,” ungkap Kustamar.

Sementara itu, Ketua PWI Malang Raya, M. Ariful Huda menyatakan kegiatan diskusi publik tentang kemacetan tersebut merupakan bentuk kepedulian wartawan kepada kondisi wilayah kota Malang yang seringkali macet.

“Kita apresiasi juga kepada ITN Malang yang sudah memfasilitasi sehingga acara ini bisa berlangsung. Semoga ada solusi yang dihasilkan,” ungkap M. Ariful Huda.

Ketua PWI Malang Raya juga berharap dengan diskusi yang dilaksanakan tersebut minimal bisa memberikan gambaran kepada wartawan dan mahasiswa yang mengikuti diskusi tentang kondisi kemacetan yang ada di kota Malang dan panduan teoritis dalam membaca kemacetan serta bagaimana penyelesaiannya.

“Minimal wartawan jadi tahu kondisi riilnya dan teori penyelesaian kemacetan dari akademisi dan praktisi di lapangan seperti Dinas Perhubungan kota Malang ini,” ungkap M. Ariful Huda.

Alih status jalan
Kegiatan diskusi publik berjalan cukup meriah dengan berbagai pertanyaan dan diskusi tentang kondisi kemacetan, solusi hingga peluang dan rencana ke depan agar Malang tidak macet lagi.

“Kami sudah ada kajian dan rencana untuk melakukan pengalihan status jalan nasional menjadi jalan kota sehingga jalan nasional tidak lagi melintas di dalam kota Malang,” ujar Kepala Bidang Lalu Lintas Dinas perhubungan kota Malang, Agoes Moeljadi.

Dengan keberadaan jalan nasional yang melintas di dalam wilayah kota memberikan dampak yang signifikan terhadap munculnya potensi-potensi kemacetan.

“Dengan adanya tol di wilayah Timur kota Malang saat ini, kita usulkan jalan nasional yang membelah kota Malang ini dialihkan ke jalan Ki Ageng Gribig sehingga benar secara teori yakni jalan nasional bertemu dengan jalan kelas I (jalan nasional) atau minimal jalan kelas II (Provinsi),” ungkap Agoes Moeljadi.

Dengan adanya tol dan rencana pengalihan jalan nasional ke wilayah Timur kota Malang tersebut, menurut Agoes akan mampu mengurangi kemacetan kota Malang hingga 60 persen.

Kajian Teori
Pakar transportasi ITN Malang, Nusa Sebayang menyampaikan ada dua cara secara teoritis dalam penyelesaian kemacetan yaitu melakukan perubahan volume jalan dan atau kualitas jalannya itu sendiri.

“Karakteristik jalan di kota Malang ini adalah pendek-pendek dan banyak Persimpangan,” ungkap Nusa Sebayang.

“Ada beberapa cara untuk mengurangi volume jalan atau jumlah kendaraan pribadi misalkan dengan melakukan pembatasan seperti three in one di Jakarta, menaikkan tarif parkir agar masyarakat beralih ke moda transportasi massal dan berbagai cara lainnya,” ujar laki-laki berkacamata ini.

Nusa Sebayang mengingatkan melebarkan jalan tidak selalu menjadi solusi utama mengingat banyak kendala dalam hal pelebaran jalan seperti pembebasan lahan dan lain sebagainya.

“Teori konvensional mengajarkan solusi kemacetan adalah melakukan pelebaran jalan namun itu ternyata tidak selalu efektif,” ungkap Nusa Sebayang.

Teori yang baru menurut Nusa mengajarkan jalan tidak perlu diperlebar lagi jika tidak memungkinkan, tetapi menekan atau merubah jenis kendaraan yang memanfaatkan jalan tersebut.

“Ada banyak cara yang bisa dilakukan, tetapi perlu peran dari berbagai pihak untuk menjalankan fungsinya yang terkait dengan jalan,” ungkap Nusa Sebayang.

Agoes Moeljadi juga menuturkan misalkan OPD Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat juga memiliki andil yang besar dalam hal meminimalisir munculnya pemicu kemacetan.

“Persimpangan itu menjadi salah satu pemicu kemacetan di kota Malang, mengingat persimpangan di kota Malang karakteristiknya sempit dan tidak ada pembedaan jalur mau lurus, belok kiri atau belok kanan,” ujar Agoes Moeljadi.

Jika persimpangan sudah lebar dan ada pembagian jalur, maka diprediksi tidak muncul lagi kemacetan akibat saling berebut di sekitar persimpangan.

“Nah yang punya kewenangan masalah jalan itu PUPR. Jika persimpangan jalan sudah lebar maka Dinas perhubungan akan lebih mudah lagi mengatur dan melakukan rekayasa lalu lintas jika terjadi kemacetan. Jika sempit, bagaimana kita mau mengaturnya,” pungkas Agoes Moeljadi. (A.Y)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan