Ekonomi digital di Indonesia berkembang hingga mencapai USD40 miliar atau 3,57% dari nilai PDB Indonesia.
ADADIMALANG – Badan Perlindungan Konsumen Nasional Republik Indonesia (BPKN RI) mewakili Indonesia dalam 1st Trilateral Working Meeting ‘Dialogue on Digital Consumer Protection with Emerging Markets’.
Dalam forum dialog internasional yang diselenggarakan oleh Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit GmbH (GIZ) ini digelar secara virtual dengan mengundang perwakilan dari tiga negara yakni Jerman, Indonesia dan Cina.
Jerman diwakili The Federal Ministry of Justice and Consumer Protection (Bundesministerium der Justiz und für Verbraucherschutz/BMJV), sementara Cina diwakili oleh State Admistration for Market Regulation (China Consumers Association/SAMR/CCA).
Dalam pertemuan tersebut dipaparkan bahwa ekonomi digital di Indonesia berkembang hingga empat kali lipat besarnya antara tahun 2015 hingga 2019 mencapai sekitar USD40 miliar atau 3,57% dari nilai PDB Indonesia.
Sebagai negara dengan ekonomi digital terbesar di antara negara-negara Asia Tenggara, nilai ekonomi digital Indonesia diprediksi akan mencapai USD130 miliar pada tahun 2025 yang disebabkan oleh arus investasi luar negeri yang signifikan, perkembangan kelas konsumen dengan cepat, penetrasi ponsel cerdas yang tinggi dan evolusi infrastruktur pembayaran yang memfasilitasi pembelian daring.
Dalam pertemuan tersebut BPKN diwakili oleh Ketua BPKN-RI Rizal E.Halim, Anggota Komisi I BPKN-RI (Megawati Simanjuntak), Ketua Komisi IV BPKN-RI (Haris Munandar N.), Anggota Komisi I BPKN-RI (Slamet Riyadi), Anggota Komisi II BPKN-RI (Heru Sutadi) dan Kepala Bagian Komisi I BPKN-RI (Mariolegi).
Megawati Simanjuntak yang mewakili BPKN-RI memaparkan tentang konstruksi kelembagaan Perlindungan Konsumen Nasional menurut UUPK yang terdiri dari Pemerintah, BPKN-RI, BPSK, LPKSM, Pelaku Usaha, dan Konsumen serta arah kebijakan BPKN periode 2020 – 2023.
Negara berkembang seperti Indonesia umumnya menghadapi tantangan untuk perlindungan konsumen yang berkembang cepat dan terpapar risiko perlindungan konsumen yang tidak efektif.
Koordinasi terbatas antara kementerian dan lembaga terkait menyulitkan upaya mendisiplinkan pelaku bisnis dan juga pembentukan mekanisme penyelesaian sengketa yang efektif. Di saat yang sama, BPKN dan pemangku kepentingan terkait lainnya (termasuk asosiasi konsumen atau LPKSM) menghadapi batasan yang mengurangi kemampuan mereka untuk meningkatkan literasi konsumen dengan kecepatan yang cukup guna menyiapkan konsumen menghadapi cepatnya pertumbuhan akses barang dan jasa melalui ekonomi digital.
Rapat kerja selanjutnya mendengarkan paparan hasil kajian Profesor Dr. Peter Kenning dari Universitas Duesseldorf dengan topik ‘Studi Komparatif Internasional Tentang Risiko Perdagangan Online’ dimana kajian dilakukan di empat negara ini seperti Jerman, Brazil, Indonesia dan China.
Dari kajian tersebut disimpulkan permasalahan dibidang e-commerce yang dialami oleh keempat negara cenderung sama, yakni aliran barang, fitur produk tidak tersedia atau janji dari pelaku usaha yang
tidak ditepati (misalnya pengembalian produk). Resiko terkait level produk formal juga menjadi isu pembahasan.
“Rapat kerja pertama yang diinisiasi oleh Deutsche Gesellschaft für Internationale Zusammenarbeit GmbH (GIZ) ini mempertemukan empat lembaga dari tiga negara yang berperan dalam perlindungan konsumen menjadi sinyal positif bagi BPKN-RI untuk lebih berkiprah di kancah internasional. Apalagi dengan semakin maraknya perdagangan lintas batas khususnya pada sektor e-coomerce, akan membuat sekat antar negara akan semakin tipis,” ungkap Megawati Simanjuntak.
Megawatipun menambahkan bahwa Pemerintah harus memastikan bahwa RUU Keamanan dan Ketahanan Siber berkontribusi terhadap privasi data konsumen digital dimana RUU tersebut harus fokus untuk meningkatkan infrastruktur yang aman untuk teknologi dan informasi pada ekonomi digital. Sehingga diperlukan pendekatan lintas lembaga dan lintas-sektor.
Sebagai tindak lanjut dari rapat kerja tersebut akan dilaksanakan pertemuan secara periodik untuk membahas berbagai masalah perlindungan konsumen dari berbagai negara.
“Diharapkan melalui pertukaran informasi antar negara ini akan dapat memberikan masukan penanganan masalah-masalah insiden perlindungan konsumen di Indonesia”, pungkas Ketua BPKN RI, Rizal E. Halim. (A.Y)