Desa Duren: Desa Wisata Buday
(Oleh: Kelompok MMD 495 Universitas Brawijaya )
Desa Duren merupakan sebuah desa di Kabupaten Trenggalek, tepatnya di Kecamatan Tugu. Nama Desa Duren, merupakan singkatan yang diambil dari Mbah Sindu leren atau yang berarti Mbah Sindu yang beristirahat.
Desa Duren merupakan tempat peristirahatan bagi Mbah Sindu pada saat terjadinya peperangan di Demak pada tahun 1575. Punden makam Mbah Sindu bisa dilihat pada lapangan Gunung Sari. Punden yang terletak pada lapangan Gunung Sari terdiri atas tiga makam, yaitu makam Mbah Sindu Wongso, makam istrinya, Eyang Putri Gunung Sari, dan seorang tangan kanan dari Mbah Sindu yaitu, Eyang Kyai Macan Putih. Pengikut dari Mbah Sindu Wongso sendiri ada tujuh, namun informasi mengenai pengikut ini belum diketahui secara lengkap.
Pengambilan data dari sejarah desa ini menggunakan metode “uka-uka”. Uka-uka merupakan metode yang dipilih oleh masyarakat Desa Duren untuk menggali informasi terkait asal-usul Desa Duren melalui proses pemanggilan roh atau arwah leluhur.
Mayoritas masyarakat Desa Duren bermata pencaharian sebagai petani. Dalam bidang pertanian ternyata juga masih dipengaruhi oleh kebudayaan. Sistem kebudayaan tersebut dapat kita temukan dalam proses pembagian hasil antara pemilik dan penggarap lahan pertanian. Istilah yang biasa digunakan dalam sistem bagi hasil pertanian Desa Duren yaitu mrotelu, maro, dan ngedok. Pada sistem mrotelu, pemilik lahan mendapat ⅔ hasil panen dan penyewaa tau penggarap lahan mendapat 1/2 hasil panen. Adapun sistem maro, perbandingan bagi hasil pertanian antara pemilik dan penyewa lahan ialah sebesar 50% : 50%. Sistem berikutnya yakni ngedok dimana aturan pembagian antara pemilik dengan penggarap lahan ialah 4:1. Berikutnya, bila kita membahas mengenai aset (fisik) komunitas pertanian Desa Duren.
Desa Duren juga merupakan desa yang kaya akan budaya. Berbagai budaya dapat ditemukan di Desa Duren, dan salah satunya adalah seni budaya. Namun, pelaku seni di Desa Duren mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir. Berjanjen merupakan salah satu budaya yang sedang di revitalisasi kembali setelah hilang selama sepuluh tahun lamanya. Selain itu, banyak juga kesenian yang terikat dengan kesenian Jawa seperti, wayang kulit dan juga karawitan. Seni wayang kulit itu sendiri dari dulu hingga sekarang masih digemari oleh masyarakat desa maupun luar desa, dimana pelaku seni wayang kulit itu sendiri sering dihubungi untuk menampilkan keseniannya demi meramaikan suatu acara.
Dengan melimpahnya seni dan kebudayaan yang ada di Desa Duren ini, maka sangatbpenting untuk dilestarikan dan dijaga keberadaannya. Sebagai mahasiswa yang ikut terlibat dalam peningkatan minat masyarakat, mahasiswa MMD yang sedang mengabdi di Desa Duren turut serta melestarikan kebudayaan lokal dengan mempelajari dan menampilkan gamelan pada 29 Juli 2023 kemarin. (*)