Menjelang pelaksanaan pendaftaran peserta Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Malang pada 27 Agustus 2024 mendatang konstelasi politik di kota Malang masih adem ayem. Meskipun berbagai banner, spanduk dan alat peraga sosialisasi sudah banyak menjamur di berbagai sudut kota Malang, namun sudah banyak perbincangan yang menyatakan konstelasi perpolitikan di Kota Malang menjelang Pilkada masih belum pasti, dan saling menunggu.
Salah satu yang ramai diperbincangkan adalah perihal bisa maju atau tidaknya H. M. Anton yang lebih akrab disapa dengan Abah Anton ini sebagai Calon Kepala Daerah dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Malang bulan November 2024 mendatang. Partai Politik dan orang-orang yang ingin mengajukan sebagai Calon Kepala Daerah di momen Pilkada tersebut dinilai masih wait and see terkait langkah Abah Anton dalam Pilkada Kota Malang.
“Ya karena berdasarkan hasil survey Abah Anton masih ada di peringkat pertama dalam hal elektabilitas makanya semuanya masih menunggu Abah Anton mau ngapain,” ungkap salah satu pegiat politik yang enggan disebutkan namanya.
Permasalahan hukum yang pernah menjerat Abah Anton dianggap akan menjadi kendala bagi Abah Anton, terlebih dalam PKPU nomor 8 tahun 2024 juga mengatur perihal persyaratan mencalonkan diri bagi warga negara yang pernah ditahan.
Banyak orang berbicara perihal bisa atau tidaknya Abah Anton mencalonkan diri dengan status yang pernah menjadi terhukum ini, meski pembicaraan itupun masih dalam tahap perbincangan warung kopi atau diskusi tertutup. Penafsiran-penafsiran tentang pasal hukum yang mengatur persyaratan yang dapat mengganjal atau meloloskan Abah Anton maju sebagai kandidat Wali Kota Malang banyak dikemukakan, meski lagi-lagi sebatas pro dan kontra karena sama-sama tidak memiliki legitimasi untuk memberi kepastian hukumnya.
Pernyataan yang berbeda justru disampaikan oleh Pakar Hukum Tata Negara yang juga menjabat sebagai Rektor Universitas Widyagama Malang, Dr. Anwar, SH., M.Hum., yang menyampaikan jika Abah Anton perlu untuk mencari kepastian akan statusnya terkait dengan aturan pada PKPU nomor 8 tahun 2024.
Menurut Anwar, pencarian kepastian hukum tentang bisa tidaknya Abah Anton dapat mendaftar tersebut dilakukan untuk menyelamatkan Pilkada Kota Malang, dan tidak semata-mata hanya untuk kepentingannya maju Pilkada saja. Sehingga dengan begitu, maka dua kepentingan yang sama-sama besarnya dapat tercapai.
Jika kepastian hukum tetap tidak diupayakan didapatkan, maka Pilkada menurut Anwar dapat tetap terlaksana namun menghasilkan gugatan dari Abah Anton jika pendaftarannya ditolak. Ataupun dari pihak lain jika pendaftaran Abah Anton diterima oleh KPU Kota Malang terkait PKPU nomor 8 tahun 2024.
Apabila Pilkada dijalankan dengan penolakan pendaftaran Abah Anton, maka gugatan akan sangat mungkin dilayangkan Abah Anton sementara Pilkada akan terus berjalan hingga diketahui siapa Wali Kota dan Wakil Wali Kota Terpilih. Apabila gugatan Abah Anton dikabulkan MA, maka Pilkada yang telah selesai bisa saja harus diulang. Dan hal ini tentunya akan dapat memunculkan gugatan-gugata baru dari berbagai pihak, sehingga Pilkada Kota Malang terancam terombang-ambing tanpa kepastian. Apalagi saat ini masih ada cukup waktu untuk melakukan pengujian sebelum waktu pendaftaran pada tanggal 27 Agustus 2024.
Untuk mencari kepastian tersebut diusulkan dua langkah hukum dapat dilakukan. Yang pertama adalah melakukan pengujian PKPU nomor 8 tahun 2024 dengan melakukan judicial review ke Mahkamah Agung dapat dilakukan Abah Anton sebagai pihak yang dianggap memiliki legal standing untuk mengajukannya. Dua hal dapat menjadi dasar pengajuan judicial review tersebut, yakni argumentasi undang-undang yang mendasari kelahiran PKPU nomor 8 tahun 2024 tersebut, dan juga hasil putusan Irman Gusman oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Putusan Irman Gusman dikeluarkan oleh Mahkamah Konstitusi sebelum keluarnya PKPU nomor 8 tahun 2024, sehingga diharapkan tidak ada celah dalam PKPU tersebut dengan menjadikan putusan MK pada gugatan Irman Gusman sebagai catatan.
Langkah hukum yang kedua adalah melakukan pengujian pada Undang-Undang yang menjadi dasar kelahiran PKPU nomor 8 tahun 2024 tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Dua langkah hukum yang dilakukan tersebut menurut Anwar akan menghasilkan Kepastian Hukum bagi Abah Anton, sehingga Pilkada Kota Malang akan dapat dilaksanakan dengan lancar tanpa ada pihak yang mengajukan gugatan.
Mengacu pada pernyataan Anwar, maka Abah Anton yang masih ditunggu-tunggu langkah politiknya tersebut sebaiknya memang mencari kepastian hukum. Yang pertama untuk kepentingan dirinya dapat maju atau tidak sebagai Calon Kepala Daerah sebagaimana keinginannya, namun perlu dilakukan untuk tujuan yang kedua yakni menyelamatkan pelaksanaan Pilkada Kota Malang tersebut.
Tidak lagi berbicara tentang kepentingan pribadi semata, kepentingan masyarakat yang jauh lebih besar yang harus diutamakan seorang pemimpin termasuk saat menjadi Wali Kota rasanya lebih patut dilakukan terlebih dahulu daripada kepentingan dan keinginan pribadinya. Semuanya dikembalikan pada keinginan dan kebijaksanaan dari Abah Anton sebagai pihak yang berkepentingan dalam hal tersebut.
Hal yang menarik juga disampaikan oleh Ari, masyarakat biasa yang juga sering mengamati perkembangan politik Kota Malang ini. Menurutnya, demi kepentingan yang lebih besar lagi dalam ketidakpastian tentang bisa tidaknya Abah Anton maju dalam Pilkada Kota Malang saat ini sebaiknya partai politik yang dapat mengusung Calon Kepala Daerah tidak memposisikan diri berhadap-hadapan dengan Abah Anton.
“Coba duduk bersama dan berkomunikasi untuk mencapai kesepakatan bersama, sehingga diharapkan apapun status pendaftaran Abah Anton dapat diterima atau tidak maka pelaksanaan pilkada akan jauh lebih kondusif. Daripada seperti saat ini, semuanya masih wait and see tanpa kepastian,” ungkap Ari. (A.Y)
*Penulis opini ini adalah wartawan dari Media Online AdaDiMalang.com